Darurat Kekerasan Seksual: Perempuan Butuh Perisai Hakiki
Oleh karena itu, Islam sangat menjaga harkat dan martabat perempuan. Kemuliaan ini akan terus terjaga jika perempuan berperan sesuai fitrahnya. Untuk menjaga fitrahnya ini, Islam memiliki aturan yang khas bagi perempuan, khususnya terhadap relasi antara laki-laki dan perempuan.
Paradigma Islam yang ideal dan proporsional terhadap relasi laki-laki dan perempuan, tidak hanya melahirkan kemaslahatan, tetapi juga penjagaan terhadap keduanya, terutama terhadap perempuan. Penjagaan ini bahkan dimulai dari level individu hingga negara, baik secara preventif maupun kuratif.
Secara preventif, di level individu, ketakwaan individu sebagai perisai pertama, wajib terus dipupuk dan ditumbuhsuburkan di tengah umat. Ketakwaan individu ini akan mengantarkan perempuan untuk senantiasa taat dengan hukum syarak. Misal, taat terhadap kewajiban menutup aurat dengan jilbab dan kerudung (QS. 24: 31 dan QS. 33: 59) ketika berada di ranah publik; serta taat pada larangan jangan mendekati perbuatan zina (QS. 17: 32).
Di ranah sosial, Islam memiliki sistem pergaulan yang khas yang mengatur interaksi perempuan dan laki-laki. Prinsip-prinsip utama yang diterapkan untuk menjaga interaksi antara laki dan perempuan dalam naungan Islam antara lain, 1) laki-laki dan perempuan wajib menutup aurat sesuai syarak; 2) kehidupan laki-laki dan perempuan dipisahkan, pergaulan keduanya hanya diperbolehkan dalam perkara tertentu; 3) larangan berkhalwat bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan yang asing; 4) laki-laki dan perempuan wajib menundukkan pandangan dan menjaga kehormatannya; 5) larangan bagi seorang perempuan melakukan perjalanan sendirian lebih dari sehari semalam, jauh dari tempat yang aman, tanpa seorang mahram. (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam).
Sistem sosial tersebut terpadu dengan sistem pendidikan dan sistem lainnya. Misal dalam sistem pendidikan, keluarga mendidik anak-anaknya untuk menanamkan pemahaman agar menjaga kemuliaan dan kehormatan diri, menumbuhkan rasa malu, dan menyuburkan muraqabah. Sementara negara menerapkan kurikulum yang berbasis akidah Islam, yang tidak hanya menjaga interaksi laki-laki dan perempuan, tetapi juga melahirkan generasi khairu ummah yang sesuai dengan fitrahnya.
Dalam sistem pelayanan publik, negara mendesainnya untuk menjaga interaksi laki-laki dan perempuan secara tertib. Tujuannya tidak lain untuk menghindari terjadinya ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan, tanpa ada alasan yang diperbolehkan oleh syarak.
Sistem informasi dan media massa juga tidak terlepas dari pengaturan Islam. Sistem informasi dan media massa dibangun tidak hanya untuk memperkuat ketakwaan individu dan masyarakat, tetapi juga sebagai benteng dari berbagai ide dan paham sesat dan menyesatkan umat. Sistem informasi dan media massa juga berperan penting dalam menyebarluaskan dakwah Islam ke penjuru dunia. Alhasil, konten pornografi dan pornoaksi yang meracuni generasi pun bakalan hilang dari pandangan.
Secara kuratif, negara menjadi benteng utama dengan menerapkan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Jelas menimbulkan efek jera, misal bagi pelaku zina dan pemerkosaan dapat dijatuhi hukuman seratus kali cambukan hingga dirajam. Adapun hukuman pada tindakan kekerasan seksual di luar kasus perzinaan dapat dijatuhi takzir, yakni hukuman yang ditentukan oleh qadhi.
Inilah sistem perlindungan komprehensif yang sejatinya dibutuhkan oleh perempuan dunia hari ini. Sebuah sistem sahih yang menjadi solusi hakiki bagi kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan umat manusia. Sistem ini hanya akan terwujud jika aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam bingkai negara. Wallahu a’lam bissawab.
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan