SUARA PEMBACA

Deradikalisasi: Redefinsi Ajaran Islam?

Deradikalisasi adalah kata yang mungkin sedang santer dibicarakan. Terutama setelah mentri kabinet jilid II dilantik. Bahkan Presiden Jokowi memberikan tugas khusus kepada dua menterinya yaitu Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi untuk menuntaskan kasus radikalisme.

“Yang pertama, Prof Dr Mohammad Mahfud MD sebagai Menko Polhukam. Beliau akan menjadi Menko Polhukam, sehingga hal-hal yang berkaitan korupsi, kepastian hukum dan deradikalisasi berada di wilayah Pak Mahfud MD,” kata Presiden Jokowi saat mengenalkan menterinya di beranda Istana, Jakarta, Rabu (23/10/2019).

“Bapak Fachrul Razi, sebagai Menteri Agama, ini urusan yang berkaitan dengan radikalisme, ekonomi umat, dan industri halal. Kemudian terutama haji di bawah tangan beliau,” tutur Jokowi.

Sebagai menteri yang telah dilantik, keduanya pun melaksanakan apa yang telah ditugaskan.

Alih-alih melakukan deradikalisasi yaitu tindakan preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan, kedua menteri in malah mengeluarkan pernyataan yang bisa membuat gaduh.

Fachrul Razi (Menag) telah membuat berita viral dengan larangan memakai niqab/cadar di lingkungan pemerintah, walupun memang akhirnya beliau sendiri berusaha untuk tidak mengakui adanya pelarangan.

“Cadar tidak melarang. Tidak ada (pelarangan), saya sebut niqab itu tidak ada ayatnya, tidak ada hadisnya,” kata Fachrul di Kantor Kemenko PMK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Kamis (31/10).

“Cadar itu hanya saya bilang tidak ada dasar hukumnya di Al-Quran maupun di hadis, menurut pandangan kami. Tapi kalau orang mau pakai ya silakan. Itu bukan ukuran ketakwaan orang,” pungkasnya.

Adapun pernyataan Mahfud MD yang sempat mencuri perhatian publik yaitu terkait pernyataannya di salah satu stasiun televisi swasta dimana ia menyatakan:

“Ada anak kelas 5 SD nggak mau bareng temannya yang lawan jenis karena bukan muhrim, masak anak kelas 5 SD sudah diajarkan yang begitu, ini contoh yang harus di-deradikalisasi,” kata Mahfud MD dalam acara ILC selasa, (29/10/2019).

Selain memang membuat berita viral yang cenderung gaduh dengan pernyataan yang mereka lontarkan, tentu seharusnya kita berpikir, mengapa deradikalisasi seakan-akan berlaku untuk hal-hal yang berbau Islam?

Mengapa cadar dan celana cingkrang saja yang di kalangan para ulama sudah jelas hukumnya dan tidak melanggar norma masyarakat harus dipermasalahkan lagi? Tidakkah yang berpakain rok mini, hotpant yang dapat mengundang syahwat yang justru harus ditindak tegas?

Selain cadar, istilah yang sering muncul dan digambarkan begitu menyeramkan adalah kata “jihad” dimana kata tesebut sering dikaitkan dengan tindak terorisme.

Alih alih deradikalisasi, bukankah ini malah menjadi monsterisasi ajaran Islam? Mengapa istilah yang datang dari Islam justru malah menjadi peyorasi (pemburukan makna) di tengah publik saat ini?

Publik dibuat takut dengan hal-hal yang berbau Islam, dan memang deradikalisasi yang selama ini di gaungkan tak bisa lepas dengan ajaran Islam yang telah dimonsterisasi. Mengapa publik yang mayoritas muslim tidak lantas diberi edukasi untuk lebih mengenal syariah? Seharusnya pemerintah memfasilitasi agar publik mampu mencerap ajaran Islam yang benar, yang sesuai akidah dan tidak lepas dari Al Quran dan As Sunnah. Sehingga publik akhirnya mampu membedakan yang mana yang benar dan yang mana yang salah.

Deradikalisasi terhadap ajaran Islam sama saja dengan meragukan kebenaran islam,. Padahal Allah swt sendiri telah berfirman

“Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah Kucukupkan Nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian.” (al-Maidah: 3)

Adapun tindakan kriminal yang mengatas namakan ajaran Islam memang harus ditindak tegas. Bukan malah mengkriminalisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam adalah agama yang sempurna sehingga ketika kita memang belum mampu mendefinisikan suatu hal dalam Islam, maka wajb untuk mengkaji dan merujuk pada ulama yang memang ahli di bidangnya, yang menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai sumber hukum yang adil dan tidak akan pernah menemukan kecurangan sedikitpun di dalamnya.

Listiani
Aktivis dan Penulis di Komunitas Muslimah Rindu Surga

Artikel Terkait

Back to top button