OPINI

Deradikalisasi vs Deliberalisasi

Ramai netizen bereaksi terhadap wacana deradikalisasi yang diusung beberapa menteri baru. Para pejabat publik ini menyamakan suara, beberapa saat setelah pelantikan. Kendati demikian, meski telah diminta, belum ada yang bisa menafisrkan batasan radikalisme yang kerap kali mereka lontarkan.

Para pembantu presiden kini silih berganti mengeluarkan pernyataan terkait isu tersebut. Tampak agenda mereka menjadi satu warna yaitu memberantas radikalisasi. Saat ini belum jelas ke mana opini tersebut akan digiring. Akan tetapi jika dibiarkan, umat bisa jadi akan terperangkap. Ketidakjelasan wujudnya membuatnya bisa menjadi apa saja.

Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri makna radikal artinya adalah secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip) yaitu perubahan yang mendasar, atau amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan). Bisa juga diartikan sebagai maju dalam berpikir atau bertindak. Bukan makna yang buruk.

Hanya saja kemudian bergeser sesuai kebutuhan orang yang menyampaikannya. Hingga muncullah makna peyoratif yang mengarahkan arti radikal pada aktivitas umat Islam. Alhasil bisa ditebak, umat digiring selangkah demi selangkah meninggalkan agamanya yang sahih. Jika hal ini dibiarkan, maka umat akan menuju kehancuran.

Tawar menawar syariat Islam. Hukum-hukumnya dikritisi. Di seluruh sisi, di mana Islam itu berada, dicari jalan tengah sebagai bentuk moderasi. Seolah Islam ajaran yang sangat keras. Sehingga perlu diperlembut agar sesuai dengan ruang dan waktu.

Dari mulai perbaikan kurikulum, dengan melarang menyampaikan ajaran tentang jihad. Kemudian berbagai simbol Islam seperti ketika ar-royah dan al-liwa diklaim sebagai milik organisasi massa. Bahkan yang terbaru saat ini adalah mereka melirik cadar dan celana cingkrang. Hingga kritisi terhadap ustaz, agar berdoapun menggunakan Bahasa Indonesia.

Kejadian yang hampir mirip saat Kekhilafan Turki Utsmani di ambang keruntuhannya. Umat berhadapan dengan penguasanya sendiri. Warga Turki yang muslim diharuskan menanggalkan seluruh atribut keislamannya. Peci diganti dengan topi koboi. Azan tidak lagi menggunakan Bahasa Arab. Khimar dan jilbab dilarang. Modernisasi di Turki kala itu, berdampak pada hilangnya identitas muslim.

Umat Islam menjadi tertuduh atas berbagai peristiwa onar dan kerusuhan. Mereka menjadi kambing hitam. Bahkan tak jarang fakta diputarbalikkan, demi menjatuhkan delik pada kaum muslim. Kaum muslim yang lemah akal dan imannya, akan malu menampakkan keislamannya. Inilah yang diinginkan musuh Islam, yaitu Islam menjadi sesuatu yang asing di antara pemeluknya sendiri.

Sementara Islam adalah agama yang tinggi. Selama ia diterapkan secara kafah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, ia akan mengangkat kaum muslim pada ketinggian berpikir. Aktivitas yang muncul dari orang-orang seperti ini adalah aktivitas berkualitas. Bersih dari kebodohan dan dosa, sebab selalu bertumpu pada perintah dan larangan Allah.

Maka tidak mungkin agama yang lurus ini, menjadikan pemeluknya sebagai pihak yang kalah. Pecundang hanya akan muncul saat seseorang meninggalkan agamanya. Ketika ia merasa benar sendiri, memperturutkan hawa nafsu hingga tidak mengindahkan lagi firman Allah dan panduan Rasulullah sholallahu alaihi wassalam.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button