SUARA PEMBACA

Di Balik Diksi Magic Berdamai dengan Covid-19

Iqbal Elyazar dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) bahkan menyebut sudah 68 hari sejak kasus pertama diumumkan Indonesia belum punya kurva epidemi yang sesuai standar ilmu epidemiologi. Karena itu, klaim terjadinya penurunan kasus baru Covid-19 cukup meragukan.

Jelas, berdamai dengan Covid-19 hanya diksi magic guna menyihir publik. Tujuannya tidak lain untuk meninabobokan publik dengan kondisi ‘damai’ yang diciptakan penguasa. Faktanya, penguasa telah gagal dan berusaha lepas tangan dari penanganan wabah.

Di balik diksi magic ini juga seolah tersirat sebuah pesan bahwa penguasa sudah mulai kehabisan amunisinya. Alias kehabisan dana untuk berperang melawan Covid-19, sebab dihantam badai krisis dan pandemi. Sehingga memilih ‘berdamai’ dan pasrah. Akhirnya, lepas dari tanggung jawab melindungi rakyat.

Miris, inilah wajah penguasa dalam naungan kapitalisme. Penuh borok dan nanah. Berlindung di balik topeng pencitraan. Alih-alih berjibaku semaksimal mungkin melindungi dan mengurus rakyatnya. Sebaliknya bermain diksi magic berdamai dengan Covid-19. Ambyar sudah diksi perapi-api perang melawan Covid-19.

Penguasa bertopeng pencitraan yang lihai bermain diksi, jelas tidak akan ditemukan dalam naungan sistem Islam. Paradigma Islam memandang pemimpim (imam) adalah raa’in dan junnah bagi rakyat. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw., “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Jadi, tidak heran bila lahir pemimpin sehebat Khalifah Umar ra. yang terjun langsung mengurus rakyat yang dilanda krisis dan wabah.

Pemimpin hebat yang cepat dan tanggap dalam perang melawan wabah. Tidak begitu saja berdamai dengan krisis dan wabah. Sebaliknya berjuang semaksimal mungkin menyelamatkan rakyatnya.

Segala upaya beliau tempuh. Mulai dari mengosongkan baitul mal untuk mencukupi kebutuhan pokok rakyat, meminta bantuan dari daerah yang kaya, menyerukan tobat semesta hingga tak segan menahan haus dan lapar.

Semua itu dilakukan demi perang melawan krisis dan wabah, agar rakyat dapat hidup aman dan damai. Inilah pemimpin yang lihai mengurus urusan umat. Pemimpin sekaligus negarawan sejati yang dirindukan. Bukan pemimpin yang lihai bermain diksi yang menyesatkan. Wallahu’alam bishshawwab.

Jannatu Naflah
Praktisi Pendidikan

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button