Di Tengah Transisi Demokrasi, Kemanakah Bjorka?
Tiba-tiba pula memunculkan peretas (hacker) Bjorka di situs digital dunia maya itu seolah menjadi oposisi yang ikut membela rakyat melakukan perlawanan politik kepada rezim penguasa pemerintahan Jokowi.
Ntah, siapakah itu Bjorka, rasa-rasanya juga tak akan berkehendak membuka jati dirinya. Meskipun, menurut pengakuannya berasal dari Warsawa Polandia yang berteman dengan salah seorang berkewarganegaraan Indonesia yang merasa turut prihatin dengan carut marutnya kondisi politik Indonesia.
Tidak saja telah membuat decak kagum bercampur “keanehan dan keheranan” publik netizen di media sosial Indonesia, bahkan telah menimbulkan detak jantung dunia politik di negara ini begitu sangat kencang berdebar-debar. Kenapa?
Betapa tidak! Bjorka yang lazim berkelakuan sebagai “pencuri data” apa pun di badan dan lembaga negara mana pun di dunia —kategori modus baru kejahatan siber?
Ternyata di Indonesia termasuk yang mampu meretas data pribadi Presiden Jokowi terkait laporan-laporan rahasianya ke BIN. Yang kita tahu daya perlindungannya terhadap suatu kerahasiaannya sudah pasti amat sangat berlapis-lapis keamanannya, kok yah BIN sampai bisa ditembus. Padahal, secara perundang-undangan pun modus peretasan semacam itu belum ada payung hukumnya di negeri kita.
Demikian pula dengan situs yang berkepentingan dengan proses transisi demokrasi ini, adalah situs KPU yang ternyata lebih sangat mudah bisa diretas yang sebagaimana kita tahu akan menjadi pusat data pengumpulan hasil pemungutan suara Pilpres 2024 nanti.
Jadi, di sisi baiknya Bjorka ini menjadi dan berada di arus oposisi politik yang berkepihakan kepada rakyat untuk melawan pemerintahan oligarki Jokowi.
Yang karena begitu besarnya kekuatan back up keuangan dari para oligarki korporasi konglomerasi melalui turunan, koloni dan atau duplikasi parpol dan bakal calon kandidat Presiden telah dicurigai bakal menghalalkan segala cara untuk memenangkan kembali jabatan Presiden sudah pasti dengan melakukan
kecurangan lagi.
Dan Bjorka diharapkan akan mampu menjadi trigger digital untuk meng-counter attack dan melakukan covering dengan mengawasi proses perhitungan hasil pemungutan suara Pilpres 2024 supaya tidak terjadi kecurangan (the Elections Fraud) sebagaimana terjadi di Pilpres 2019 yang mengantarkan Prabowo-Sandi melakukan legal standing kecurangan ke MK yang kemudian di sidangnya pun dikalahkannya?
Jika keniscayaannya memang Bjorka akan menjadi trigger perlindungan dan pengawasan digital di Pilpres 2024, makanya viral ramai-ramai peretas ini pantas dijuluki oleh para netizen Robin Hood. Menjadi “modus” pahlawan baru demokrasi yang boleh jadi di 2024 akan muncul istilah baru pula “negara demokrasi republik netizen Indonesia”.
Kehadiran Bjorka di dunia maya Indonesia yang di dalamnya sudah pasti akan semakin meramaikan proses demokratisasi melalui diskusi opini, dinamika dialektika dan diskursus politik secara digital yang di dunia nyatanya sudah dihuni nyaris 270 juta jiwa yang menurut data KPU di Pemilu 2019 angka kepesertaannya sebanyak 81,79% atau sekitar 221 juta dari populasi.