Dibanding Operasi Militer, Sukamta Tawarkan Tiga Pendekatan untuk Papua
Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi I DPR Sukamta berpendapat, operasi militer bukan solusi utama untuk menyelesaikan masalah Papua.
Sukamta beralasan, operasi militer akan menimbulkan sikap antipati dan kekerasan lanjutan sesama warga negara Indonesia maupun terhadap aparat TNI-Polri. Pendekatan keamanan dengan mengedepankan operasi militer di Papua telah dilakukan ketika masa Orde Baru untuk menyelesaikan masalah separatisme di Papua.
“Kasus Biak Berdarah (1998), Wasior Berdarah (2001), Wamena berdarah (2003), dan Paniai (2014) dan terakhir di Wamena 2019 menjadi bukti bahwa pendekatan militer ternyata menciptakan siklus kekerasan tanpa akhir,” ungkap Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/12/2019).
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR itu juga mengungkapkan, masalah OPM tidak akan selesai jika akar masalah Papua tidak terselesaikan secara tuntas. Oleh karenanya ia mengusulkan tiga pendekatan.
Pertama, kata Sukamta, pemerintah pusat dan pemerintah daerah Papua harus serius memenuhi kebutuhan standar minimal untuk kesehatan, pendidikan sampai level menengah atas, kesejahteraan dengan menurunkan angka kemiskinan di bawah 10 persen. Selain itu juga komunikasi yang setara antara Jakarta-Papua.
Pendekatan kedua adalah deradikalisasi dan deideologi gerakan Papua Merdeka. Melibatkan BNPT yang sudah berpengalaman dalam penanggulangan terorisme untuk Papua terjun ke kantong-kantong ideologisasi Gerakan Papua Merdeka di dalam dan luar negeri.
“Ideologi Papua Merdeka harus diubah menuju nasionalisme NKRI harga mati,” kata anggota dewan asal asal DI Yogyakarta ini.
Sedangkan pendekatan ketiga adalah perbaikan tata kelola pemerintahan daerah. Menurut dia, pemerintah melalui kemendagri, Kemenpan RB bekerja sama dengan pemerintah daerah Papua, Polri, Kejaksaan, BPK, KPK harus serius menangani permasalahan efisiensi anggaran, manajemen pemerintah dan pelayanan publik di Papua.
Sebagai informasi, sejak 2001 hingga 2019, total dana otsus untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp83 triliun dan pada 2020 dialokasikan 8,37 trilliun. Namun perkembangan peningkatan kualitas SDM, tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik tidak berubah signifikan.
“Pemerintah pusat harus serius mengawal dana Otsus ini bukan hanya transfer dana ke daerah lalu berlepas tangan dalam mengawal pengelolaan dan pencapaian target-targetnya,” pungkasnya.
red: shodiq ramadhan