Dibuka Opsi TNI-Polri Jadi Penjabat Kepala Daerah, Bukhori: Dwifungsi ABRI Jilid II?
Jakarta (SI Online) – Pemerintah mengaku tidak menutup opsi penunjukan perwira tinggi TNI dan Polri sebagai penjabat (Pj) kepala daerah menjelang Pilkada Serentak 2024.
Pasalnya, mulai tahun 2022, pemerintah pusat perlu menunjuk lebih dari 200 penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah di 24 provinsi dan 247 kabupaten/kota karena dampak Pilkada Serentak 2024.
Anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf mengritik opsi tersebut lantaran khawatir berpotensi membangkitkan kembali dwifungsi ABRI.
“Apakah itu semacam prakondisi menuju dwifungsi ABRI jilid dua? Jika benar akan memberikan peluang, maka akan lebih parah daripada Orde Baru yang pernah dibuat gagal akibat sistem dwifungsi ini. Di sisi lain, opsi itu juga bisa dibaca sebagai satu indikasi pemerintah yang sedang menggiring negara ini pada rezim otoriter kembali,” ujarnya, Senin pagi (27/09/2021).
Politisi PKS ini mengingatkan pemerintah agar belajar dari tumbangnya Presiden Soeharto lantaran bangunan kekuasaan yang ditopang oleh sistem dwifungsi ABRI terbukti represif, korup, dan rentan bagi demokrasi.
Menurutnya, pelanggaran HAM dan pemberangusan hak sipil acap terjadi sepanjang sistem kekuasaan itu berlaku. Sehingga dirinya berharap pemerintahan Jokowi tidak lagi mengulang memori kelam tersebut.
“Reformasi tidak hanya berhasil menghentikan kekuasaan yang otoriter, tetapi sekaligus menjadi titik balik untuk mereposisi peran dan fungsi ABRI demi mengembalikannya pada kedudukan yang sesuai,” paparnya.
Sulit dimungkiri, pendekatan keamanan sebagai alat kekuasaan, secara historis, terbukti telah melecehkan supremasi sipil. Sistem itu juga membuat demokrasi di masa Orde Baru hanya sebatas kata tanpa makna bagi bangsa ini. Karena itu, penghapusan dwifungsi ABRI merupakan amanat reformasi yang perlu dijaga. Kita tidak boleh mengkhianati amanat sejarah itu, demikian Bukhori melanjutkan.
“Khitah TNI-Polri adalah menjalankan fungsi pertahanan dan keamanan negara, serta ketertiban masyarakat. Mereka sudah cukup baik menjalankan fungsi itu sejauh ini, meski masih menyisakan sejumlah catatan. Karenanya, pemerintah jangan lagi mengusik khitah itu dengan kembali menyeret mereka pada politik praktis,” tegasnya.
Meski masih menjadi wacana, sambungnya, opsi itu perlu ditolak sejak awal lantaran berisiko kembali menimbulkan penyimpangan peran dan fungsi TNI-Polri dalam penyelenggaraan negara. Sebab itu, publik perlu waspada dengan upaya-upaya terselubung untuk menggagalkan agenda reformasi,” imbuhnya.