Dicari, Pemimpin Pelindung Ulama
Teror kepada para ulama kembali berulang. Kali ini korbannya adalah Syekh Ali Jaber. Ulama yang hafidz Qur’an ini diserang orang tak dikenal ketika beliau sedang mengisi ceramah di Masjid Falahudin, Bandar Lampung, Lampung.
Akibat serangan itu, Syekh Ali Jaber terluka di bagian lengan. Luka yang cukup dalam sehingga beliau harus segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara pemuda yang menyerangnya, segera dapat diringkus. Pihak kepolisian sedang berusaha untuk terus mendalami motif pelaku.
Hingga saat ini si pelaku selalu memberi keterangan yang berubah-ubah. Hampir divonis mengalami gangguan jiwa. Seperti kasus penyerangan ulama sebelumnya. Namun Syekh Ali Jaber mengatakan dalam konferensi persnya di Lampung pada Senin, 14/09/2020, bahwa penyerang bukanlah orang gila. Dia sangat kuat dan terlatih (Republika.co.id, 14/09/2020).
Menkopolhukam Mahfud MD menginstruksikan aparat keamanan melindungi ulama yang sedang berdakwah, apapun pandangan politiknya. Karena, menurut Mahfud, ulama dan para pendakwah telah membangun budaya-budaya yang baik di tengah masyarakat (kompas.tv, 14/09/2020).
Apa yang disampaikan oleh Menkopolhukam memberi angin segar bagi para ulama untuk bisa berdakwah dengan tenang. Namun paradoks terjadi di negeri ini. Terlebih jika kita mendengar kegaduhan di awal bulan September.
Kegaduhan ditabuh oleh Menag dengan istilah good looking sebagai penyemai benih radikalisme. Ciri-ciri pemuda good looking yang disampaikan Menag membuat umat muslim sakit hati. Mengapa tuduhan radikal selalu disematkan pada Islam.
Pemuda yang tampan, bacaan Qur’an bagus, pintar bahasa Arab, dan hafiz Qur’an, adalah ciri-ciri good looking ala Menag. Sosok good looking ini bisa menjadi jalan masuknya penceramah yang berpemikiran radikal. Untuk itu Menag akan mengeluarkan sertifikat untuk da’i. Jadi, hanya yang bersertifikat yang boleh berdakwah.
Tak ada kesinkronan antara pernyataan Menkopolhukam dengan Menag. Ini artinya, tak ada jaminan bagi ulama, ustadz, dai, penceramah, menjalankan kewajibannya dengan tenang.
Sistem hidup yang berorientasi manfaat dan berasas sekuler mempengaruhi cara pandang masyarakat juga penguasa. Konten ceramah yang akan diterima hanya yang ringan dan tak mengusik kesenangannya. Tersebab meraih kesenangan dengan menghalalkan segala cara dan bertentangan dengan hukum Allah.
Ketika konten ceramah mulai bicara syariat kaffah, tak melulu fikih dan akhlak, saat itulah sang ulama mulai di-blacklist. Apalagi mulai mengkritik kebijakan pemerintah yang tak pro rakyat. Grass root penjaga sistem segera bergerak mempersekusi dan menghalang-halangi dakwah. Coba lihat apa yang terjadi pada Habibana HRS, Ust. Felix Siauw. Bahkan UAS yang ceramahnya ‘lucu’ pun dipersekusi.
Nasib ulama saat ini, dipersekusi secara fisik dan psikis. Padahal daging ulama beracun. Dan hilangnya satu ulama akan menjadi kerugian bagi seluruh umat manusia. Karena ulama adalah pewaris Nabi yang dari lisannya mampu menyelamatkan manusia dari jalan kemaksiatan.
Pemimpin yang mampu melindungi ulama menjalankan tugasnya hanyalah pemimpin yang beriman. Yaitu pemimpin yang menerapkan syariat Allah secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 208. Wallahu a’lam []
Yasmin Ramadhan
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)