OPINI

Dimabok Narasi Radikalisme

Setelah SKB 11 Menteri mengenai radikalisme, portal pengaduan ASN yang terpapar radikal, Mendagri Tito Karnavian sepertinya bakal membuat kegaduhan baru.

Belum lama ini, ia mengklasifikasi ormas menjadi tiga jenis. Pertama, ormas yang membantu program pemerintah. Kedua, ormas yang memberi kritik membangun kepada negara. Ketiga, ormas yang berdampak negatif. Dua jenis pertama dinilai olehnya sebagai ormas positif. Dan jenis terakhir dinilai sebagai ormas negatif yaitu berusaha mengganti nilai-nilai Pancasila sesuai paham mereka. Jenis yang ketiga ini penanganannya dilakukan secara bertahap. Mulai dari pendekatan dialog, komunikasi, sanksi administratif berupa pembubaran hingga sanksi pidana bila mereka melakukan pengrusakan.

Apa tujuan Mendagri mengkotak-kotak ormas? Bukankah klasifikasi ini hanya akan membuat polarisasi dan keterbelahan yang semakin dalam? Hal ini tidak sejalan dengan ruh persatuan. Membagi ormas yang pro dan kontra terhadap pemerintah hanya akan menguatkan pandangan publik bahwa selama ini pemerintah memang ingin membungkam ormas kritis. Seakan mengkonfirmasi bahwa rezim ini nyatanya memang alergi kritik. Hanya senang bila dipuji.

Klasifikasi ormas ini nampaknya sejalan dengan SKB 11 menteri dan proyek deradikalisasi yang terus digencarkan pemerintah. Dari SKB itu, Kemendagri adalah satu diantara kesebelasan yang menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut. Programnya memang diperuntukkan untuk membasmi radikalisme di lingkungan pemerintahan. Sasarannya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).

Lahirnya SKB, portal aduan ASN, dan klasifikasi ormas berangkat dari narasi yang sama, yakni radikalisme. Getolnya pemerintah menangkal radikalisme menunjukkan betapa seriusnya pemerintah terhadap proyek deradikalisasi. Hingga aparat kepolisian siaga menebar anggotanya untuk mengawasi masjid.Tempat ibadah umat Islam. Maka tak heran publik beranggapan bahwa narasi radikalisme hanyalah kedok untuk menyerang Islam. Mengapa hanya masjid yang diawasi? Mengapa pula merepotkan diri mengklasifikasi ormas?

Pemerintah terlalu berlebihan. Bahkan bisa dibilang parno akut. Sejauh ini apa dan bagaimana radikalisme masih samar. Jangan sampai narasi ini dipakai untuk menutupi kegagalan pemerintah memberantas korupsi, atasi kemiskinan, mengurangi utang, dan sejumlah masalah ekonomi lainnya yang lebih layak mendapat perhatian utama. Sayangnya energi itu habis terkuras untuk mengurusi ‘hantu’ bernama radikalisme. Semacam mabok dengan narasi radikal. Dikit-dikit radikal. Lama-lama pemerintah juga radikal. Memantau gerak gerik rakyat sedemikian rupa. Kebebasan berpendapat pun dikebiri dengan narasi ini. Seperti tak ada ketenangan di negeri ini. Kebijakan pemerintahlah yang sejatinya menimbulkan kegaduhan dan ketakutan publik. Memecah belah rakyat dengan sikap saling curiga antar kelompok.

Maka dari itu, narasi ini harus segera diakhiri. Tak perlu dijadikan dalih untuk tutupi permasalahan yang tengah membelit negara. Lebih baik para menteri fokus bekerja sesuai tugas, fungsi, dan pokoknya. Jangan melebar kemana-mana. Bahaya. Masalah yang seharusnya lebih penting diselesaikan malah terabaikan dengan sibuk ‘jualan’ narasi radikalisme. Lebih baik pemerintah fokus benahi negara. Berantas korupsi hingga mafia. Turunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Berikan kesejahteraan pada rakyat. Bukan mabok radikal. Jika negara memahami perannya, tak akan ada radikalisme. Sebab ‘hantu’ radikalisme hanyalah proyek Barat untuk membuat umat Islam fobia terhadap agamanya. Alangkah baiknya SKB itu dibuat untuk menangkal sistem kapitalis liberal yang jelas merusak negeri ini. Sebaiknya portal pengaduan digunakan sebagai wadah aduan rakyat terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Baiknya pula Pak Mendagri mencukupkan kegaduhan sampai disini. Sebab bila terus dilanjutkan, pemerintah akan kehilangan kepercayaan publik.  Bijaklah mengemban amanah. Jernihlah dalam menetapkan kebijakan. Ingat, semua itu akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT, Tuhan semesta alam. []

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Artikel Terkait

Back to top button