Drakor Mensos Risma: Salah Casting, Salah Skenario
Ketiga, salah skenario. Pengatur laku tampaknya terlalu bernafsu. Mereka tidak memperhatikan detil.
Mulai dari lokasi, sampai asesoris yang dikenakan. Para “gelandangan” itu punya kesamaan.
Sangat sadar protokol kesehatan. Maskernya baru. Standar yang dijual di apotek.
Salah satu gelandangan juga diketahui membawa hp android lengkap dengan earphone. Canggih banget!
Nampaknya sukses membuat aksi blusukan di bantaran sungai, kolong jembatan, dan kolong jalan, membuat abai.
Mereka mencoba membuat kisah lebih spektakuler.
Koridor Sudirman-Thamrin dipilih menjadi panggung besar sekelas Braodway.
Masalahnya, karena terlalu bernafsu. Tidak menguasai medan, kurang observasi. Tidak memperhatikan detil. Panggung sandiwara besar itu langsung terbongkar.
Sejak heboh Risma blusukan, kemana arahnya akan bermuara, sebenarnya sangat mudah terbaca.
Penunjukkan Risma, dari seorang Wali kota menjadi Mensos, mempunyai beberapa misi besar.
Pertama, mengalihkan isu korupsi bansos yang melibatkan seorang kader dan Wakil Bendahara Umum PDIP Juliari P Batubara.
Kedua, men-downgrade kinerja Gubernur DKI Anies Baswedan.
Anies adalah ancaman nyata yang harus segera diaborsi, jauh sebelum pelaksanaan Pilpres 2024.
Ketiga, branding dan mendongkrak popularitas Risma.
Poin terakhir ini tampaknya erat kaitannya dengan skenario jangka panjang PDIP menguasai Jakarta, sekaligus Indonesia.
Apakah semua skenario besar itu salah?
Tentu saja tidak. Dalam politik hal itu sah-sah saja. Namanya juga usaha.
Cuma ada satu syarat yang tampaknya dilupakan.
Apa itu?
Seperti halnya korupsi, semua boleh dilakukan, dengan satu syarat!
Tidak ketahuan. end
Hersubeno Arief
Sumber: facebook hersubeno arief