SUARA PEMBACA

Dukun Bersertifikat, Kesyirikan yang Dilegalkan?

Semenjak kemunculan pesulap merah, dunia perdukunan menjadi gonjang-ganjing. Pasalnya, si pesulap merah melalui kanal YouTube-nya membongkar trik para dukun berkedok agama. Ujung-ujungnya, persatuan dukun melaporkan pesulap merah ke polisi.

Viral pula sebuah video yang menampilkan aksi seorang dukun yang hendak mengumpulkan kekuatan gaib untuk melawan pesulap merah. Netizen gagal fokus dengan sertifikat yang tampak di video itu. Ya, dukun itu bersertifikat, artinya keberadaannya diakui.

Memang tak sedikit orang yang memakai jasa dukun untuk memuluskan keinginannya. Bahkan jelang pemilu, para dukun didatangi oleh caleg-caleg dan calon kepala daerah yang berambisi memenangkan kontestasi. Jampi-jampi, ritual dan jimat menjadi buah tangan dari si dukun.

Ada pula yang mendatangi dukun untuk pengobatan. Sebenarnya sakit fisik yang bisa diobati secara medis. Namun karena kurang biaya dan kurang ilmu, jasa dukun menjadi alternatif pilihan. Parahnya, terkadang ada dukun jadi-jadian. Berdalih mengobati ternyata mencabuli.

Jasa dukun laris manis di masyarakat yang sekuler. Sistem sekularisme memisahkan agama dari kehidupan. Agama dikooptasi pada ibadah ritual saja. Urusan selain ibadah dianggap tak ada hubungannya dengan agama dan diperbolehkan sesuai dengan aturan dan kesepakatan buatan manusia. Termasuk perdukunan.

Materi masih menjadi orientasi hidup masyarakat yang sekuler. Harta dan tahta dikejar sedemikan rupa hingga menghalalkan segala cara. Cara klenik dan mistis pun dijalani demi meraih tujuan. Tak ubahnya dengan kondisi bangsa Arab jahiliah sebelum Islam datang.

Dahulu kaum kafir Quraisy menyembah berhala. Padahal berhala-berhala itu dibuat oleh tangan mereka sendiri. Ada yang terbuat dari kayu, batu dan ada pula yang membuat dari tepung. Umar bin Khattab ra pernah memiliki pengalaman lucu dengan berhala yang dibuatnya sendiri dari tepung. Saat beliau kehabisan bekal di perjalanan, dan yang tersisa hanya tepung di berhala, maka satu persatu bagian dari berhala itu pun beliau makan untuk mengganjal lapar.

Bagaimana mungkin berhala bisa menolong manusia sementara ia tak bisa menolong dirinya dari kehancuran. Sungguh suatu kejahilan yang nyata. Dan Islam telah mengeluarkan manusia dari kegelapan, dari kebodohan, dari kekufuran. Dan membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk dan hanya menghamba kepada Allah SWT.

Sejarah membuktikan, turunnya Islam di tengah-tengah umat manusia mampu menciptakan peradaban yang tinggi dan mulia. Peradaban yang tak bisa ditandingi oleh sistem manapun, termasuk sekularisme. Khalifah Umar bin Khattab Ra. berkata: “Kita adalah umat yang oleh Allah SWT dimuliakan dengan Islam”. Sempurna dan mulianya syariat Islam, bersumber dari Allah SWT. Sang Maha Pencipta dan Pengatur.

Penerapan syariat Islam kaffah dalam kehidupan sehari-hari oleh institusi negara bertujuan untuk menjaga nilai-nilai luhur penciptaan manusia. Ada delapan tujuan penerapan syariat Islam kaffah yaitu untuk menjaga akidah, akal, jiwa, nasab, harta, kehormatan, keamanan, dan kehidupan bermasyarakat bernegara.

Untuk menjaga akidah, sistem Islam tegas terhadap bentuk kesyirikan. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 21-22 Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Ayat di atas mengindikasikan keharaman syirik atau menyekutukan Allah SWT. baik kecil atau besar, nampak atau pun tidak. Perdukunan dan hal-hal klenik merupakan kesyirikan yang tak dianggap remeh. Sistem Islam akan memberikan sanksi tegas pada perbuatan syirik. Sanksi ta’zir akan diberikan oleh qadhi atau hakim yang bentuk hukumannya diserahkan pada hasil ijtihad sang qadhi. Boleh sama dengan hudud dan jinayat atau lebih rendah, namun tidak boleh melebihi keduanya.

Dalam Islam, para dukun takkan diberi pentas, apalagi sertifikat. Islam akan menjaga akidah umat dari bahaya kesyirikan. Wallahu a’lam []

Mahrita Julia Hapsari, Muslimah Aktivis Dakwah.

Artikel Terkait

Back to top button