Dukung Pinjol untuk Bayar UKT, Pak Menteri kok Tega?
Yang membuat mengelus dada, makin banyak saja pejabat yang bersikap seperti Pak Menteri. Bukti, rusaknya paradigma kepemimpinan dalam naungan sistem sekularisme-kapitalisme. Alih-alih memberikan solusi solutif bagi rakyat, malah mendukung pengusaha pinjol yang mengantarkan kerusakan dan merusak masyarakat. Sikap Pak Menteri ini juga menjadi bukti abainya tanggung jawab negara untuk mencapai tujuan pendidikan.
Maraknya pinjol menjadi indikator rusaknya masyarakat dan pragmatisme akibat kemiskinan. Kesulitan ekonomi kerap kali membuat orang mengambil solusi instan demi memenuhi kebutuhan, tak peduli halal atau haram. Tidak sedikit pula orang yang mengambil pinjol karena mengikuti gaya hidup liberal dan hedonis. Jebakan utang riba inilah yang berakibat munculnya beragam tindak kriminalitas hingga aksi bunuh diri.
Di satu sisi, merebaknya pinjol menjadi bukti bahwa negara telah gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya. Rakyat seolah berjuang sendiri demi mengecap manisnya kesejahteraan di tengah himpitan ekonomi. Mirisnya, sudah ekonomi makin susah, pendidikan pun tak jauh beda. Bagaimana negara sukses mencerdaskan generasi bangsa, jika kesejahteraan makin utopis dan pendidikan makin sulit.
Pesimis rasanya mengharapkan solusi hakiki problematika pendidikan dari penguasa dan para menterinya saat ini. Padahal rakyat membutuhkan solusi hakiki bukan sekadar ide-ide nyeleneh yang berujung menambah beban rakyat.
Sesungguhnya, masalah UKT dapat diselesaikan andai sistem Islam diterapkan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, dalam paradigma Islam, negara adalah pengurus dan penjaga kepentingan rakyatnya. Maka menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi hajat hidup rakyat, termasuk pendidikan.
Dalam naungan sistem Islam, negara akan menyelenggarakan sistem pendidikan Islam. Sebagai aspek vital yang menyangkut kebutuhan umum, maka menjadi tanggung jawab negara menyelenggarakan sistem pendidikan yang dapat dikecap oleh seluruh rakyat. Alhasil, kewajiban negaralah memudahkan seluruh rakyat untuk mengakses pendidikan yang murah dan berkualitas bahkan cuma-cuma.
Menjadi kewajiban negara pula untuk menutup berbagai ceruk yang berpotensi menjadikan sektor pendidikan sebagai lahan bisnis dan komoditas ekonomi. Sehingga negara dapat mewujudkan arah dan tujuan pendidikan sebagai kawah candradimuka untuk mencetak generasi yang berkepribadian islami, yakni generasi yang menjadikan syariat sebagai standar berpikir dan bersikap.
Penerapan sistem pendidikan Islam ini niscaya akan melahirkan para penguasa dan pejabat yang menjadi teladan umat, yakni para pemimpin umat yang taat syariat. Sehingga senantiasa menjadikan syariat sebagai solusi terhadap seluruh problematika kehidupan rakyat, termasuk dalam memanfaatkan teknologi sesuai dengan tuntunan syariat. Alhasil, alih-alih memanfaat teknologi untuk berbuat dosa dan maksiat, para pemimpin ini justru akan memanfaatkan teknologi dalam rangka ketakwaan demi meraih rida Allah SWT.
Para pemimpin ini pun akan senantiasa memiliki kesadaran bahwa tiap amanah merupakan tanggung jawab yang begitu berat di hadapan Allah SWT. Sadar, bahwa setiap kelalaian dan kezaliman dalam mengurus rakyatnya akan mengantarkan dirinya haram masuk surga, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Penyelenggaraan pendidikan jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apalagi untuk pendidikan yang murah dan berkualitas bahkan gratis bagi rakyat. Untuk itu, anggaran pembiayaan ini diambil dari baitulmal yang sumber pemasukannya melimpah karena memiliki banyak sumber pendapat baik dari harta kepemilikan umum maupun harta kepemilikan negara.
Pembiayaan tersebut pun bersifat mutlak, artinya baik ada maupun tiada dana di baitulmal, negara wajib menyelenggarakannya. Andai baitulmal tidak mencukupi untuk menutupi biaya penyelenggaraan pendidikan maka negara boleh mengenakan pajak yang bersifat sementara dan hanya dikenakan kepada kaum Muslim yang kaya saja. Pajak ini pun diberlakukan setelah negara sudah melakukan berbagai upaya maksimal untuk mengatasi kekosongan kas di baitulmal.
Pak Menteri, inilah sistem pendidikan Islam yang cemerlang, niscaya melahirkan para pemimpin yang amanah dan taat. Para pemimpin dambaan umat yang tidak hanya mampu menyejahterakan rakyat, tetapi juga mampu menuntaskan problematika kehidupan rakyat dengan solusi hakiki berdasarkan syariat. Sungguh sangat jauh berbeda dengan sistem saat ini yang membuat kehidupan rakyat makin sekarat. Wallahu’alam bishshawab. []
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan