Dunia Peduli Ukraina tapi Abaikan Palestina
Kekejaman Israel kembali merajalela. Baru-baru ini tentara Israel menembak seorang perempuan Palestina di dekat Betlehem, Tepi Barat, hingga akhirnya tewas pada Ahad (10/4). Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan, perempuan berusia 40-an tahun itu meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kota Beit Jala.
Menurut Kemenkes Palestina, perempuan itu tewas karena kehilangan banyak darah akibat arteri yang robek terkena timah panas tentara Israel.
Saat dunia tengah melihat serangan militer Rusia yang bertubi-tubi di Ukraina. Sementara, saat ini Palestina juga mati-matian berusaha mengatasi serangan militer yang dilakukan Israel terhadap negara tersebut.
Pada Senin (4/4/2022) lalu, Perdana Menteri Palestina Mohammed Ishtay berharap dunia bisa meminta Israel untuk menghentikan serangan militer mereka terhadap warga sipil Palestina.
Pesan ini ia sampaikan selama rapat kabinet Otoritas Palestina yang digelar di Kota Ramallah, Tepi Barat sebelum akhirnya disampaikan secara resmi.
“Eskalasi Israel terhadap warga Palestina, yang meliputi pembunuhan, penyiksaan, penangkapan serta membolehkan pemukim melakukan kejahatan, menimbulkan ancaman yang luar biasa terhadap keamanan dan stabilitas di kawasan,” kata Ishtaye.
Negara di dunia diharapkan bisa mendorong Israel untuk segera mengakhiri pelanggaran ekstremis Israel terhadap kesucian Masjid Al-Aqsa. Terlebih, mereka juga dituduh menyerang masjid selama Ramadhan.
“Israel mengizinkan para pemukim membawa senjata dan membunuh warga Palestina hanya karena mereka tersangka,” katanya di sidang kabinet.
Kekerasan yang dilakukan Israel semakin menjadi-jadi di bulan Ramadan dan ini terus berulang setiap tahun. Di sisi lain dunia kembali menampakkan standar ganda, begitu peduli dan prihatin terhadap pembantaian di Bucha tapi abai terhadap penembakan mati muslimah Palestina.
Penderitaan rakyat Gaza dimulai sejak jatuhnya bumi Palestina dari kaum Muslim. Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani setelah kalah dalam keterlibatannya pada Perang Dunia I menjadi tiada lagi institusi negara yang menjadi pembela Palestina.