Dusta yang Merusak Kehormatan

Dalam Surah An-Nuur ayat 4 Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُون
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Dalam kehidupan bermasyarakat, kehormatan dan nama baik seseorang adalah hal yang sangat penting dan mendasar dalam Islam yang dilindungi oleh agama. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika sosial memberikan perhatian besar terhadap penjagaan marwah individu, terutama dari bahaya tuduhan palsu yang dapat menghancurkan reputasi dan kehidupan seseorang.
Salah satu bentuk tuduhan yang sangat dilarang dalam Islam adalah tuduhan zina tanpa bukti sah, yang dikenal dalam istilah fikih sebagai Qadzaf. Tuduhan semacam ini tidak hanya mencemarkan nama baik pribadi, tetapi juga berpotensi merusak kehidupan sosial dan menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Oleh karena itu, Al-Qur’an menetapkan aturan tegas terhadap pelaku qadzaf, sebagaimana tertuang dalam Surah An-Nur ayat 4.
Ayat tersebut hadir dalam konteks yang sangat penting, yakni setelah terjadinya peristiwa besar yang dikenal sebagai fitnah al-ifk, di mana istri Nabi Muhammad Saw, Aisyah r.a., difitnah telah melakukan zina. Kejadian ini mengguncang umat Islam saat itu dan menjadi pelajaran penting mengenai bahaya menyebarkan informasi tanpa dasar yang kuat.
Surah An-Nur ayat 4 menjadi salah satu ayat utama yang menegaskan bahwa tuduhan zina harus disertai empat orang saksi, dan bila tidak terpenuhi, maka penuduh harus dikenai hukuman cambuk dan tidak boleh lagi diterima kesaksiannya. Ketegasan ayat ini mencerminkan komitmen Islam dalam membangun masyarakat yang bersih dari fitnah, adil dalam hukum, dan santun dalam menjaga kehormatan sesama.
Munasabah antara Surah An-Nur ayat 4 dengan ayat-ayat sebelumnya, khususnya ayat 2, menunjukkan kesinambungan dalam penegakan hukum Islam terkait persoalan zina. Jika pada ayat 2 Allah menetapkan hukuman cambuk seratus kali bagi pelaku zina, maka pada ayat 4 perhatian dialihkan kepada pihak yang menuduh zina tanpa bukti, sebagai bentuk pelindungan terhadap martabat orang yang tidak bersalah. Hal ini menegaskan bahwa syariat Islam tidak hanya berorientasi pada penghukuman pelaku maksiat, tetapi juga sangat menjunjung tinggi perlindungan atas kehormatan pribadi.
Ayat ini secara khusus mengatur ketentuan siapa yang berhak mengajukan tuduhan zina, yakni harus disertai dengan empat orang saksi yang adil. Ketiadaan bukti tersebut menjadikan tuduhan dianggap sebagai bentuk kejahatan (fitnah), dan penuduhnya layak dikenai sanksi tegas. Penegasan ini menjadi benteng terhadap penyebaran fitnah serta upaya menjaga keteraturan sosial.
Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb. Sayyid Quthb menekankan, ayat ini bertujuan untuk menjaga kehormatan pribadi dan masyarakat dari tuduhan yang tidak berdasar serta untuk menegakkan prinsip keadilan dan kehormatan pribadi. Ia menjelaskan bahwa tuduhan zina adalah pelanggaran serius dalam Islam karena menyangkut kehormatan dan harga diri seseorang, sehingga pembuktiannya harus melalui prosedur yang sangat ketat, yaitu dengan menghadirkan empat orang saksi.
Hukuman dera sebanyak delapan puluh kali serta larangan menjadi saksi selamanya merupakan bentuk perlindungan terhadap kehormatan perempuan dan masyarakat luas dari penyebaran tuduhan yang bersifat destruktif. Label fasiq dalam ayat ini menunjukkan bahwa penuduh tanpa bukti bukan hanya pelanggar hukum, tetapi juga telah keluar dari norma moral dan etika Islam.
Dalam Tafsir al-Mishbah, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan pentingnya menjaga kehormatan pribadi, khususnya perempuan, dari tuduhan zina yang tidak disertai bukti yang sah. Tuduhan semacam itu hanya dapat diterima jika disertai empat orang saksi yang melihat langsung kejadian tersebut. Jika tidak terpenuhi, maka penuduh dijatuhi hukuman dera delapan puluh kali dan tidak diterima kesaksiannya selamanya karena telah melakukan dosa besar berupa fitnah.