Edukasi Zakat Buat Siapa?
Annyeong ayyuhannas! Pernah kah mendengar atau membaca informasi tentang edukasi zakat? Katanya saat ini penduduk Indonesia memiliki tingkat literasi zakat yang relatif rendah. Hal tersebut seringkali dikorelasikan dengan tingginya kesenjangan antara penerimaan zakat dan potensi zakat yang ada. Sehingga strategi yang dirancang untuk meningkatkan tingkat penerimaan zakat adalah dengan melakukan edukasi zakat kepada masyarakat secara luas.
Tapi apakah pernah teman-teman coba memposisikan termasuk kategori pelaku zakat yang mana sih temen-temen? Mustahik? Muzakki? Amil? Atau bahkan tidak termasuk semuanya. Kalau tidak termasuk kategori manapun bisa jadi ada persepsi belajar tentang zakat itu kurang relevan. Sebelum menyatakan edukasi zakat kurang relevan, pada artikel ini kami akan menjelaskan bagaimana edukasi zakat yang ideal sesuai dengan identitas pelaku zakat.
Pertama-tama kita harus mengenal dulu, pelaku zakat terdiri dari tiga pihak, yaitu: Amil (Pengelola Zakat), Muzakki (Pembayar Zakat) dan Mustahik (Penerima zakat). Sesuai dengan tabel dibawah masing-masing pelaku zakat punya definisi yang berbeda sehingga kepentingannya pun pasti berbeda.
Misalnya, mustahik kepentingan mereka adalah menjadi penerima zakat. Kemudian muzakki kepentingannya adalah mengeluarkan zakat dan amil kepentingannya mengelola zakat. Nah, sekarang jika edukasi zakat hanya ditujukan bagi pelaku zakat saja lalu kita yang bukan mustahik dan muzakki ga usah belajar? Persepsi tersebut tentu keliru, karena selama periode hidup yang Allah berikan kita tidak pernah tahu kapan Allah memposisikan kita sebagai mustahik, muzakki atau mungkin menjadi amil. Sejauh ini, edukasi zakat masih dijelaskan secara umum seluruh bentuk edukasi dalam satu paket materi. Tapi, sayangnya hal tersebut mungkin kurang optimal untuk mengubah persepsi tentang zakat itu sendiri.
Sebagai mustahik saya harus tahu tentang apa?
Nah istilah mustahik ini menjelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat. Terdiri dari fakir, miskin, amil, mualaf, hamba sahaya (riqob), orang terlilit utang (gharimin), orang berjuang di jalan Allah (fisabilillah), dan orang dalam perjalanan (ibnu sabil) – lihat QS At-Taubah (9): 60. Ke delapan golongan tersebut adalah yang berhak menerima zakat. Ketika kamu menjadi mustahik yang belum bisa secara maksimal memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia dengan alasan kekurangan harta, belajar, berhutang untuk kebutuhan dasar dan lainnya maka idealnya kamu memahami bagaimana akses ke lembaga zakat atau bantuan sosial lainnya yang disediakan pemerintah. Tentu saja, edukasi tentang kemandirian dan mempelajari perencanaan keuangan personal sangat diperlukan.
Kalau saya muzakki saya harus tahu tentang apa?
Sementara itu, kalau kamu termasuk muzakki kamu perlu memahami aset mana saja yang termasuk harta zakat, kapan periode wajib mengeluarkan zakat juga perencanaan keuangan personal untuk menentukan jumlah zakat dari setiap aset yang dimiliki. Pahami pesan QS At-Taubah (9): 103 tentang wajibnya mengeluarkan zakat. Allah janjikan harta yang sudah dikeluarkan zakatnya (milik orang lain) akan bersih dan berkembang, juga memberikan ketenangan bagi pemiliknya.
Kalau saya amil saya harus tahu tentang apa?
Saat ini amil adalah sebuah institusi yang profesional dalam mengelola zakat yang melibatkan orang-orang dengan keterampilan IT, ekonomi, pemasaran, akuntansi dan tentunya politik karena berurusan dengan regulasi. Dalam mengelola zakat idealnya edukasi yang dibutuhkan adalah manajerial, pemahaman isu kesejahteraan dan pembangunan, pengelolaan dan pemberdayaan, pembentukan dan pemahaman kriteria spesifik mustahik & muzakki serta mempelajari perencanaan keuangan personal secara syariah sebagai bekal literasi.
Saya tidak termasuk ketiganya
Sekarang untuk kita yang tidak termasuk ketiga kelompok fokus edukasi adalah pada perencanaan keuangan personal untuk memastikan pada waktu kita menjadi muzakki, mustahik atau amil kita sudah siap. Tentunya harapan sebagai muzakki adalah yang paling utama, karena dapat menjadi seorang mukmin yang kuat dan ini sangat dianjurkan, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Saw bahwa: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan (HR. Muslim no. 2664).
Kesimpulan, edukasi terhadap instrumen filantropi Islam harus ditingkatkan. Zakat hanya satu bagian masih ada jenis ibadah harta yang bisa dilakukan seperti lewat infak dan sedekah atau wakaf. Saat ini lembaga, institusi dan organisasi yang berhubungan dengan zakat menyamakan fokus edukasi yang dibutuhkan, padahal masing-masing pihak punya kebutuhan informasi yang berbeda. Oleh karena itu perlu mengelompokan fokus edukasi agar tepat sasaran seperti yang telah dijelaskan di atas. Wallahu a’lam bis-shawaab. Salam Sakinah!
Ratna Komalasari dan Murniati Mukhlisin
Sakinah Finance