SUARA PEMBACA

Ekonomi Indonesia Lima Tahun ke Depan, Maju atau Suram?

Dengan formasi baru Kabinet Indonesia Maju, selama lima tahun ke depan, rezim Jokowi kembali berkuasa. Akankah dengan Kabinet Indonesia Maju akan membawa perekonomian Indonesia maju atau sebaliknya?

Pasalnya, menilik dari rekam jejak sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia kian hari kian mengkhawatirkan. Kehidupan rakyat kecil jauh dari kata layak, sementara para pejabat dengan senang berlimpah kekayaannya, walaupun dari hasil korupsi. Yang pastinya tidak ada perubahan yang pasti dari rezim Jokowi. Itulah di masa kepemimpinan rezim yang saat ini kembali berkuasa.

Banyak kalangan menilai, di masa pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan, kondisi Indonesia akan semakin suram. Salah satunya dari Profesor Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro. “Menurut saya lima tahun ke depan akan lebih suram. Madesu…” ungkapnya dalam Diskusi Tabloid Media Umat: Masa Depan Umat Lima Tahun ke Depan, Kamis (31/10/2019) di Gedung Joang, Jakarta.

Salah satu indikasi perekonomian Indonesia akan suram yakni: Pertama, utang riba akan semakin besar. Dengan terpilhnya kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Dapat diprediksikan utang riba negara semakin membesar, pajak semakin membengkak. Sejak masa pemerintahan Presiden Jokowi, 2014, utang terus bertambah 48% hingga mencapai US$181 miliar.

Pemerintah berdalih, sebagian besar utangnya diprioritaskan untuk bidang infrastruktur, yakni proyek-proyek skala besar seperti bandara, pelabuhan laut, sistem transportasi massal, jalan tol, serta pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Selain infrastruktur, pemerintahan Jokowi juga memprioritaskan pengeluaran di dua sektor ekonomi utama lainnya yaitu pendidikan dan kesehatan.

Namun, jika kita lihat tetap saja semua fasilitas yang dibuat pemerintah tetap saja menjadi beban masyarakat. Mengapa? Untuk menikmati semua fasilitas tersebut, tidak gratis, masyarakat harus mengeluarkan sejumlah biaya.

Misal, tarif tol Trans Jawa, dinilai sejumlah pengguna dianggap masih cukup mahal. Keluhan dan kritikan ini utamanya dirasakan oleh pengguna Tol dari segmen operator angkutan barang (truk golongan V). Berdasarkan data yang dihimpun dari cnbcindonesia.com, per 21 Januari 2019 yang lalu tarif 6 ruas Tol Trans Jawa (Jakarta-Surabaya) untuk kendaraan golongan V (truk dan angkutan logistik sejenis) total berjumlah Rp 1.382.500. Sedangkan, untuk tarif kendaraan golongan I (kendaraan sedan, jip, pick up/truk kecil) dengan rute yang sama mencapai Rp 660.500. Itu baru tarif tol saja, bagaimana dengan tarif yang lainnya? Tentu, semua fasilitas tersebut ada pajaknya dan rakyatlah yang harus membayarnya, tidak ada yang gratis…

Kedua, investasi asing semakin terbuka lebar, terutama Cina. Dengan dipilihnya kembali Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dapat diprediksikan investasi asing semakin terbuka terutama dari Cina. Tentu saja, nilai investasi para investor Cina, sepanjang Januari-Juni 2019 saja telah mencapai US$ 2,3 miliar atau setara Rp 32,2 triliun. Gou Haodong, Konsul Konsulat Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Denpasar, Bali, mengungkapkan bahwa sepanjang Januari hingga Juni atau enam bulan pertama 2019, investasi Tiongkok di Indonesia mencapai 2,3 miliar dolar AS.

Dengan dalih investasi, China berusaha keras untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Padahal, investasi tersebut merupakan bentuk dari penjajahan, karena mensyaratkan tenaga kerja dan material untuk pembangunan infrasturktur harus dari Cina. Istilah yang dipakai adalah turnkey project (putar kunci). Turnkey project adalah pintu masuk invasi ala Cina. Proyek putar kunci merupakan proyek yang pelaksanaan penggunaannya dengan produk, alat mesin, desain, tenaga kerja dan segala kelengkapannya diserahkan kepada Cina.

Jangan salah, selain bentuk penjajahan, investasi ini merupakan pinjaman uang kepada asing yang tentu ada bunganya, alias utang riba. Jelas, utang riba adalah haram dan dosa besar. Begitu pula, dengan menggunakan metode turnkey project ini, otomatis pekerjaan buat tenaga kerja Indonesia akan semakin sulit, mengakibatkan banyak pengangguran. Begitu pun pengusaha-pengusaha pribumi akan bangkrut karena kalah bersaing dengan pengusaha Cina. Seperti halnya pabrik baja BUMN Indonesia yakni Krakatau Steel bangkrut. Tentu saja, ini adalah masalah yang sangat krusial bagi Indonesia.

Ketiga, kebijakan yang membebani masyarakat semakin kuat. Semua kebijakan pemerintah sangat membebani dan mencekik masyarakat. Seperti halnya BPJS, pemerintah tak tanggung-tanggung menaikkan 100 % iuran BPJS, listrik dan BBM pun tak ketinggalan naik pula. Begitu juga harga barang-barang kebutuhan yang lainnya beranjak naik.

Ketika semua yang dibutuhkan oleh masyarakat merangkak naik, sementara pendapatan rakyat tidak ada kenaikan, para pengusaha pribumi banyak yang gulung tikar, berakibat banyak kepala keluarga yang tidak punya pekerjaan alias nganggur. Kalau sudah begini, bagaimana kondisi Indonesia setidaknya lima tahun ke depan? Akankah perekonomian Indonesia maju? Jawab dan bayangkan sendiri, sepertinya akan sangat mengerikan.

Sistem Ekonomi Islam Solusinya

Tentunya, kita berharap kondisi perekonomian Indonesia akan maju. Namun, sangat mustahil kalau pemerintah Indonesia tetap menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Karena sistem kapitalis adalah biang kerok dari semua permasalahan hidup yang terjadi. Dalam sistem kapitalis ini, tentu saja yang membuat aturan adalah para pemilik modal. Yang pasti, aturan bisa berubah setiap saat sesuai dengan kepentingan para pemilik modal.

Agar, perekonomian Indonesia ke depannya bisa maju, tentu saja harus mengganti sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan tentu saja izin dari pembuat aturan yakni Allah SWT kepada seseorang atau sekelompok orang atau negara untuk memanfaatkan barang tersebut.

Dalam sistem ekonomi Islam, pastinya kehidupan masyarakat akan sejahtera. Pasalnya, Allah memberikan izin kepada negara untuk mengelola kekayaan alam yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak, yakni menjadi kepemilikan umum. Contohnya, tambang, hasil hutan dan lainnya.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang rumput dan api. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)

Hadits di atas menyebutkan bahwa benda-benda tersebut (sumber daya alam) yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umum, seluruh masyarakat bisa menikmatinya. Dalam hal ini, negara boleh mengelola dan mengatur pemanfaatan kepemilikan umum asalkan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas umum seperti, pembangunan jalan raya, jembatan, biaya sekolah, rumah sakit dan lainnya.

Jadi, masyarakat bisa menikmati semua fasilitas umum dengan gratis, tanpa membebani masyarakat. Negara pun tidak perlu berutang dan mencari investor untuk pembangunan infrastruktur, cukup dengan memanfaatkan SDA yang tersedia. Insyaallah hidup akan sejahtera.

Siti Aisyah S.Sos.
Ibu Rumah Tangga, tinggal di Depok

Artikel Terkait

Back to top button