Enam Pahlawan Nasional Ini Ternyata Tokoh Muhammadiyah
Semangat kebebasan bersikap dalam pergaulan internasional tercermin dalam deklarasi Bangkok dengan prinsip dasar ASEAN tahun 1967. Sebagai Menteri Luar Negeri, Adam Malik juga berperan dalam proses perundingan Indonesia – Belanda tentang Irian Barat.
Kemampuannya tampak jelas saat berperan terus menerus sejak pra kemerdekaan, Orde Lama maupun Orde Baru, hingga mencapai puncaknya ketika menjabat Wakil Presiden RI (1978 – 1983).
Ir. Djuanda Kartawidjaja
Ir. H. Djuanda Kartawidjaja merupakan Pahlawan Nasional yang berperan dalam integrasi daratan dan lautan Indonesia melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Ia lahir pada 14 Januari 1911 dan meningeal pada 7 November 1963.
Pada 1946 diangkat menjadi Menteri Muda Perhubungan merangkap Kepala Jawatan Kereta Api. Selama kariernya di pemerintahan RI duduk sebagai Menteri Muda satu kali, sebagai Menteri empat belas kali dan sebagai Menteri Pertama tiga kali.
Bukan hanya pada negara, pada Muhammadiyah Ir. Djuanda pernah memberikan sumbangsihnya sewaktu menjabat Direktur SMA Muhammadiyah Jakarta. Diceritakan, Djuanda ditawari menjadi asisten profesor di Technische Hoge School dengan gaji 275 Guiden. Namun tawaran itu ditolaknya. Ia lebih memilih mengabdikan diri menjadi pengajar di Muhammadiyah.
Djuanda dianugerahi gelar Pahlawan Nasional b erdasarkan Keppres No. 244 Tahun 1963 tanggal 29 November 1963.
Lafran Pane
Lafran Pane lahir pada 5 Februari 1922, ia merupakan anak dari Sutan Pangarubaan Pane, salah seorang pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Ayahnya aktif sebagai wartawan.
Jejak pendidikannya dimulai dari pendidikan pesantren Muhammadiyah di Sipirok, kemudian lanjut ke HIS Muhammadiyah di Kota Sibolga, lalu kemudian kembali ke Sipirok untuk melanjutkan belajarnya.