SUARA PEMBACA

Flare Membawa Petaka, Bromo Terluka

Bromo terluka. Bukit Teletubbies yang menjadi salah satu kebanggaan Taman Nasional Bromo, Tengger, dan Semeru itu kini gersang keabu-abuan. Tidak ada lagi rumput kering menghampar atau bukit menghijau di saat musim penghujan.

Kini, Bromo dalam tahap pemulihan pasca terbakar akibat ulah sembrono pengunjung. Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo, Tengger dan Semeru (BB TNBTS), Hendro Wijarnako mengungkapkan, setidaknya 500 hektare (ha) lahan dan hutan di kawasan Gunung Bromo terdampak kebakaran. Hal ini berdasarkan data yang terlaporkan per 11 September 2023.

Masyarakat Meradang

Kebakaran yang terjadi di Bukit Teletubbies bermula dari kecerobohan pengunjung yang melakukan foto prewedding dengan menyalakan flare atau api suar di tengah padang sabana Lembah Watangan atau dikenal dengan Bukit Teletubbies. Percikan api yang berasal dari flare pengunjung itu menyulut kebakaran hingga meluas ke banyak titik.

Kelalaian yang tidak tanggung-tanggung. Demi foto prewedding, hutan sabana menjadi lautan api dan asap. Demi hasil foto yang tidak seberapa, akibatnya tidak dikira-kira. Masyarakat pun meradang akibat ulah para pelaku.

Bahkan, di media sosial, hujatan bertubi-tubi diarahkan pada pihak Wedding Organizer dan calon pengantin. Mereka dianggap sebagai biang kerok kebakaran di Bukit Teletubbies.

Wajar jika masyarakat marah dan geram. Setidaknya tiga hal ini menjadi alasannya:

Pertama, kepentingan pribadi merusak kemaslahatan rakyat. Hanya karena foto, Bromo kebakaran. Bagaimana bisa pihak yang melakukan sesi foto tidak berpikir dampak panjangnya? Mengingat, api suar yang dinyalakan berada di area rumput kering yang mudah terbakar. Jelas ini adalah perilaku bodoh dan egois. Akibat kebodohan tersebut, area sabana Bromo rusak.

Kedua, sanksi hukuman untuk pelaku sungguh tidak sebanding dengan kerugian akibat kebakaran Diketahui, polisi hanya menjadikan satu tersangka dari enam pelaku yang diperiksa, termasuk calon pengantin. Manajer atau penanggung jawab wedding organizer (WO) menjadi tersangka. Tersangka AW (41) terancam lima tahun bui.

AW dijerat dengan Pasal 50 ayat 3 huruf D juncto Pasal 78 ayat 4 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b juncto Pasal 78 ayat 5 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PP pengganti UU RI 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan/atau Pasal 188 KUHP.

Sementara, lima pelaku lainnya hanya dikenakan wajib lapor, termasuk pasangan calon pengantin. Biaya denda yang dikenakan kepada tersangka senilai Rp1,5 miliar.

Padahal, biaya operasional untuk melakukan pemadaman sabana Bromo bisa jadi jauh lebih besar dan membengkak. BPNB juga mengaku denda tersebut tidak cukup untuk memadamkan kebakaran yang makin meluas.

Ditambah, kerugian ekologi yang ditimbulkan jelas sangat kontras dengan sanksi ancaman lima tahun penjara. Mestinya, siapa saja yang terlibat dalam kelalaian yang memicu kebakaran tersebut ditindak tegas. Penerapan hukuman yang tegas sangat penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku dam mencegah orang lain berbuat hal yang sama. Namun, apa daya, hukum di negeri ini mudah dibeli dan dibungkam dengan segala cara. Dengan penegakan hukum yang lemah semacam ini, akankah pelaku jera?

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button