RESONANSI

Gagalnya ‘Kudeta Dingin’ terhadap Pemerintahan Madani Anwar Ibrahim

Kudeta yang Gagal

Ini hanyalah satu dari sekian banyak “kudeta dingin” yang dihadapi oleh Anwar Ibrahim. Seperti diketahui pada Pilkada di Malaysia tanggal 12 Agustus lalu oposisi gagal menguasai enam Propinsi sebagaimana yang mereka rencanakan.

Hasilnya oposisi hanya mampu menang tiga Propinsi dan kalah tiga Propinsi tetapi diklaim sebagai referendum rakyat. Padahal terdapat sebanyak 3.399.472 rakyat yang memilih pemerintahan perubahan yang menjanjikan good governance dibandingkan dengan hanya 3.382.466 pemilih yang menyokong oposisi yang mengobral propaganda politik identitas.

Naratif kuno dan lapuk untuk menyerang Anwar masih digunakan dan dipercayai oleh orang ramai. Yaitu serangan politik identitas tentang agama dan bangsa walaupun dalam berbagai forum keluarganya lebih bangga menggunakan bahasa Melayu dan berpakaian menutup aurat.

Etika atau politik bermoral sebagaimana yang dilaungkan Hamka dan Pak Natsir juga jauh panggang dari api.

Pertanyaannya halalkah gaji wakil rakyat yang menang dalam Pilkada kemaren itu untuk memberi makan anak keluarga mereka yang menang karena hasil menipu pemilih dengan fitnah dan berita bohong seperti mengatakan bahwa lawan politik mereka yang juga sama-sama orang Islam akan masuk neraka, kafir, Yahudi, liberal, munafik, fasik, komunis yang menjadi alasan mereka dipilih oleh pemilih?

Naratif bohong tetapi dipercayai adalah menang enam negeri kita tukar PM. Padahal pemilihan PM adalah kuasa DPR MPR bukan DPRD.

Slogan ahli parlemen akan lompat katak juga sebuah pembodohan karena telah ada undang-undang anti lompat partai di Malaysia.

Mengapa Anwar dimusuhi?

Kata Profesor saya, “Semua pemimpin Quraish tahu sejak kecil lagi bahawa Muhammad itu orang baik yang mereka gelar sebagai al-Amin. Namun mereka tolak ajarannya karena takut mengganggu dominasi kuasa dan harta mereka sebagai kelompok elite di Makah ketika itu.

Komplotan yang ingin menjatuhkan imej pemerintahan Madani Anwar Ibrahim pula adalah hampir sama dengan yang dialami oleh semua pemimpin perubahan seperti Amin Rais, Erdogan, Suu Kyi, Dr Murshi.

Alasannya bukan karena pemimpin perubahan itu melakukan korupsi, salah guna kuasa dan menggadaikan negara pada asing. Tetapi lebih kepada bahwa mereka mengganggu periuk nasi koruptor.

Dominasi ekonomi, kuasa dan pengikut yang mereka nikmati selama ini menjadi terganggu dengan kehadiran seorang pemimpin perubahan.

Walaupun orang kaya di Malaysia bebas membeli bensin subsidi, gas subsidi, sembako subsidi, namun bagi sebagian kecil mereka Anwar masih dianggap sebagai “mengganggu”.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button