Gawat! Orang Munafik pun Sudah Tidak Berani Pura-pura di Negeri Ini
Bila orang munafik mengalami tidak berani pura-pura itu indikasi bahwa situasi kemunafikan sudah sempurna.
Kalimat itu mungkin sulit dicerna. Tapi insyaallah akan bisa dimengerti dengan jelas pakai gambaran keadaan ini: Setelah Masjid / musholla / balai pertemuan Umat Islam ‘Al Hidayah’ di Minahasa Utara Sulawesi Utara dirusak secara brutal oleh orang-orang bukan Islam, Rabu malam (29/1 2020); sudah banyak komentar tegas yang mengecam tingkah brutal itu.
Harapan agar polisi menangkap dan mengusut tuntas para pelaku perusakan tempat ibadah umat Islam, karena itu merupakan tindak pidana dan melanggar konstitusi, telah disuarakan oleh para ulama, tokoh Islam dan umat Islam pada umumnya.
Namun tampaknya, orang-orang munafik yang paling lihai untuk berpura-pura membela Islam pun kagok. Kesulitan untuk berpura-pura membela Islam. Tidak berani pura-pura walau sejatinya yang namanya orang munafik itu ya jagonya dalam hal ber pura-pura. Tapi kini tampaknya sulit berpura-pura untuk bersuara, misalnya: kami perintahkan atau kami berharap, atau kami serukan atau kami imbau agar para penegak hukum menangkap dan mengadili pelaku perusakan tempat ibadah itu. Usut tuntas, dan jangan sampai tebang pilih. Hukum seberat-beratnya sesuai dengan tindakan kebrutalan mereka.
Bila untuk berpura-pura menyuara begitu saja sudah kesulitan, berarti mengindikasikan bahwa kondisi kemunafikan di negeri ini telah sempurna!
Lebih sempurna lagi bila ada yang berani nyuara, tapi bukannya membela Islam (walau sekadar pura-pura), malah mengecilkan kasus perusakan tempat ibadah secara brutal itu.
Nah, ternyata di negeri ini, orang-orang munafik pun indikasinya sudah kesulitan untuk berpura-pura membela Islam. Apalagi benar-benar mau membela Islam. Pura-pura membela Islam saja sudah sulit….
Paham?
Hartono Ahmad Jaiz
Penulis, Mubaligh