NASIONAL

Gelar Imam Besar Disebut Hanya Isapan Jempol, HRS Nasihati Jaksa

Jakarta (SI Online) – Habib Muhammad Rizieq Syihab mengaku tidak tersinggung, terhina dan apalagi marah atas hinaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut gelar Imam Besar hanya isapan jempol belaka saat membacakan replik pada sidang di PN Jaktim, Selasa (15/6) lalu. Sebaliknya, HRS malah menasihati jaksa agar tidak menantang umat Islam yang memberi gelar itu.

Habib Rizieq menjelaskan, sebutan Imam Besar untuk dirinya bukanlah atas kehendaknya. Namun gelar itu datang dari umat Islam dari berbagai daerah atas dasar kecintaan mereka.

“Sebutan Imam Besar untuk saya datang dari uIslami yang lugu dan polos serta tulus di berbagai daerah di Indonesia, saya pun berpendapat bahwa sebutan ini untuk saya agak berlebihan, namun saya memahami bahwa ini adalah romzul mahabbah yaitu tanda cinta dari mereka terhadap orang yang mereka cintai,” ungkap Habib Rizieq saat membacakan duplik atas replik jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (17/6/2021).

“Karenanya, hinaan jaksa penuntut umum terhadap istilah ‘imam besar’ bukanlah hinaan jaksa penuntut umum terhadap diri saya, sehingga saya tidak akan pernah merasa terhina atau merasa tersinggung apalagi marah,” lanjut Habib Rizieq.

Malah Habib Rizieq mengkhawatirkan, ungkapan jaksa itu ditafsirkan oleh umat Islam sebagai sebuah tantangan yang mendorong mereka untuk menghadiri persidangan di PN Jaktim.

“Dan saya lebih khawatir lagi kalau hinaan JPU tersebut akan ditafsirkan oleh umat Islam Indonesia sebagai tantangan, sehingga akan jadi pendorong semangat mereka untuk datang dan hadir serta mengepung dari segala penjuru Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini, untuk menyaksikan langsung Sidang Terakhir yaitu Sidang Putusan pada hari Kamis tanggal 24 Juni 2021 yang akan datang,” kata Habib.

Karena itu, Habib Rizieq menasihati JPU agar berhati-hati dan tidak menantang masyarakat yang memiliki rasa cinta kepada kepada orang yang mereka cintai.

“Nasihat saya kepada JPU agar hati-hati. Jangan menantang para pecinta, karena cinta itu punya kekuatan dahsyat, yang tak kan pernah takut akan tantangan dan ancaman. Saya tidak bisa membayangkan di masa pandemi yang semakin parah ini, bagaimana jika jutaan pecinta yang kemarin menyambut kepulangan saya di Bandara, terprovokasi oleh tantangan JPU, lalu berbondong-bondong mendatangi pengadilan ini dari segala penjuru,” ungkap Habib.

“Apalagi jika 7,5 juta peserta Aksi 212 tahun 2016, terlebih-lebih 15 juta peserta Reuni 212 Tahun 2018, yang datang berbondong-bondong mengepung pengadilan ini untuk menyambut tantangan JPU sekaligus membuktikan kekuatan cinta mereka, maka saya lebih tidak bisa membayangkannya lagi. Sekali lagi nasihat saya untuk JPU dan juga untuk semua musuh yang membenci saya, hati-hati jangan menantang para pecinta, karena cinta tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan kebencian,” katanya.

Sebelumnya, saat menyampaikan replik atas pleidoi HRS pada sidang Selasa, 15 Juni lalu, Jaksa mempertanyakan status “Imam Besar” yang disandang Habib Rizieq. JPU menyebut status imam besarnya cuma isapan jempol.

“Kalimat-kalimat seperti inilah dilontarkan Terdakwa dan tidak seharusnya diucapkan yang mengaku dirinya ber-akhlakul karimah, tetapi dengan mudahnya terdakwa menggunakan kata-kata kasar sebagaimana di atas. Padahal status terdakwa sebagai guru, yang dituakan, tokoh, dan berilmu ternyata yang didengung-dengungkan sebagaimana imam besar hanya isapan jempol belaka,” imbuh jaksa.

Sebagai informasi, penyebutan Imam Besar terhadap Habib Rizieq sebenarnya bukan hal yang baru. Di ormas Front Pembela Islam (FPI) yang dibubarkan pemerintah, posisi HRS adalah sebagai Imam Besar. Sehingga ia disebut sebagai Imam Besar Front Pembela Islam (FPI).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button