Gerak Jabar Dorong Lahirnya UU Anti Islamofobia
Akademisi dan Pemerhati Sosial Politik, Hadiyanto A.Rachim, dalam paparannya menyampaikan, secara pribadi dirinya menilai tidak perlu adanya UU Anti Islamofobia khususnya di Indonesia. Ia berasalan Indonesia yang penduduknya moyoritas beragama Islam sangat ironis jika ada UU Anti Islamofobia.
“Ini seperti umat Islam yang mayoritas justru malah ikuat arus mainstream. Pasti ini persoalan yang mendasar,” jelasnya.
Namun demikian dirinya sangat setuju dan mendukung jika para pelaku penistaan agama Islam dan pelecehan terhadap ulama serta tindakan diskriminatif terhadap Islam harus mendapat mendapat penanganan hukum secara adil dan transparan. Dirinya pun mengajak elemen umat Islam untuk memiliki dan membangun kesadaran kolektif yang sifatnya kolaboratif.
“Kolaboratif tentunya dalam segala bidang, jangan sampai ekonominya jalan sendiri, politiknya jalan sendiri, atau pendidikannya jalan sendiri. Harusnya kolaboratif itu bukan sekedar tataran wacana atau diskusi saja melainkan dalam tataran praktik di lapangan,” ajaknya.
Menurut Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH. Athian Ali M.Dai, ada sejumlah hal yang harus dilakukan kaum muslimin khususnya di Indonesia untuk menghadapi gerakan Islamofobia.
“Pertama, tidak melayani atau menanggapi apa yang dilakukan orang atau kelompok yang melakukan Islamofobia dimana tanggapan tersebut hanya dilakukan di dunia maya. Tetapi harus dilaporkan secara bersama-sama dan masif sehingga diharapkan aparat penegak hukum pun segera ambil tindakan,” ungkapnya.
Kedua, menurut Kiaa Athian, jangan terbawa arus dengan pengkotak-kotakan Islam versi mereka misalnya istilah Islam moderat, Islam radikal, Islam garis keras hingga Islam intoleran dan sebagainya.
“Yang ketiga adalah mendesak DPR RI untuk merativikasi keputusan PBB dimana 15 Maret sebagai hari Anti Islamofobia untuk keluarnya UU Anti Islamofobia,” ungkapnya.
rep: suwandi