SUARA PEMBACA

Ghozali Everyday Trend, Lemahnya Generasi sebagai Agent of Change

Sejak beredarnya tagar Ghozali Everyday, kini nama Ghozali mendadak terkenal dalam kurun waktu yang begitu singkat. Pasalnya, Ghozali telah berhasil meraup uang hingga miliaran rupiah dengan menjual ribuan foto selfienya sebagai produk NFT (Non-Fungible Token) di OpenSea.

Dilansir dari CNNIndonesia.com, selfie yang bertajuk Ghozali Everyday sebagai produk NFT dijual di marketplace OpenSea dan mampu mengantongi cuan hingga Rp1,5 miliar rupiah (18/1/2022). Diketahui NFT sendiri merupakan aset digital yang menggunakan teknologi blockchain ethereum untuk merekam transaksi di dalamnya. Karya yang dapat dijual melalui NFT ini dapat berupa foto, video, musik, game, dan lain-lain. Harga jualnya pun sangat fantastis dan disesuaikan dengan kualitas, kreativitas, dan reputasi dari kreator.

Dengan keberhasilan Ghozali tersebut, tidak sedikit masyarakat yang akhirnya melakukan hal serupa. Mulai dengan menggali informasi tentang NFT hingga mengikuti jejak Ghazali dengan memasang foto dan menjualnya. Hal ini terlihat meningkatnya antusias masyarakat dengan menjual foto-foto mereka di marketplace NFT setelah fenomena Ghozali Everyday.

Gencarnya kehidupan glamour yang dipertontonkan selebriti di berbagai media sosial, tidak jarang membuat masyarakat yang ingin bisa merasakan gaya hidup mereka. Gaya hidup yang menjanjikan kesenangan dan popularitas. Sehingga, yang ada dalam benak masyarakat adalah bagaimana bisa terkenal dan memperoleh materi yang lebih. Orientasi pencapaiannya adalah materi yaitu meraup keuntungan besar tanpa memikirkan dampak yang terjadi kedepannya.

Maka wajar, jika pada akhirnya akan melahirkan masyarakat yang bermental instan. Seperti kasus-kasus yang terjadi, mencari keuntungan dengan hanya memasang foto selfienya. Bahkan bagi mereka untuk menjadi terkenal bisa dengan cara mudah, seperti membagikan konten-konten yang tidak bermutu agar viral hingga melakukan adegan-adegan yang tidak pantas. Dengan begitu, tidak perlu bekerja dan bersusah payah untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi dimana masyarakat diberikan kebebasan dalam bertingkah laku. Sehingga, apapun yang ditampilkan oleh masyarakat sekalipun itu tidak bermanfaat maka akan dibiarkan. Mirisnya lagi, konten-konten yang ditampilkan justru diberikan apresiasi dan didukung oleh negara. Padahal, kita menyadari bahwa hal-hal seperti itu tidak memberikan pengaruh positif bagi masyarakat khususnya generasi saat ini.

Generasi yang seharusnya menjadi pemimpin kebangkitan Islam, justru digiring oleh opini media untuk menjadi generasi yang instan dan hanya fokus pada diri sendiri tanpa memikirkan nasib generasi selanjutnya. Mereka akan disibukkan dengan aktivitas duniawi, seperti hura-hura, makanan, fashion, dan tontonan. Meskipun aktivitas tersebut menjadi kebutuhan kita juga, akan tetapi tetap harus memperhatikan bagaimana standar dalam pemenuhannya.

Standar pemenuhan dalam kehidupan haruslah berpegang pada standar Islam. Islam memberikan batasan dalam setiap aktivitas dunia yang kita lakukan. Begitupun dalam hal berinovasi. Generasi diperbolehkan berinovasi dan paham teknologi, akan tetapi harus sesuai dengan standar Islam. Dengan memberikan konten-konten yang bermanfaat untuk umat dan menyebar dakwah Islam melalui media sosial.

Generasi muda adalah estafet kepemimpinan sebuah bangsa. Seorang pemikir dari Beirut, Musthafa al-Ghalayaini berkata: “Adalah terletak di tangan pemuda kepentingan umat ini, dan terletak di tangan pemuda juga kehidupan umat ini.” Itu artinya, masa depan bangsa terbingkai indah bila saat ini generasinya peduli dengan kondisi banda dan mulai aktif berkontribusi.

Dengan demikian, sudah seharusnya sebagai generasi harus paham Islam. Jadikan potensi yang dimiliki untuk aktif kontribusi dalam kebangkitan Islam. Manfaatkan waktu muda saat ini untuk belajar, berdakwah, berbuat baik kepada umat, dan berkarya sebelum masa muda hilang ditelan usia. Wallahu’alam.

Novriyani, M.Pd., Praktisi Pendidikan

Back to top button