NASIONAL

Gunakan Kekuasaan untuk Kepentingan Dakwah

Bogor (SI Online) – Dakwah dan politik merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Namun saat ini, justru dakwah dan politik seperti berbeda nilai.

Pernyataan itu disampaikan Anggota Badan Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) KH Didin Hafidhuddin.

“Dalam kondisi sekarang, politik itu ada kecenderungan bukan politik yang sehat. Bukan dakwah politik yang berdasar nilai dan etika, tetapi politik jangka pendek atau pragmatis,” ungkap Kyiai Didin ketika ditemui di Masjid Al Hijri 2, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/9/2020).

Dikatakan Kiai Didin, politik penting karena dapat menjadi wasilah dalam memajukan dan meluaskan dakwah.

“Cara untuk memudahkan urusan dakwah. Tentu politik kita adalah politik untuk dakwah. Bukan politik untuk mencari kekuasaan semata. Tetapi raih kekuasaan untuk kepentingan dakwah,” tuturnya.

Untuk terwujudnya sinergi dakwah dan politik maka diperlukan langkah strategis. Kiai Didin berharap agar Dewan Dakwah bisa menjadi pusat untuk melahirkan politisi-politisi berakhlak.

“Bukan berarti Dewan Dakwah berubah jadi partai politik. Tetapi kita harus memberi nasihat-nasihat kepada para politisi untuk berpolitik secara santun. Berpolitik secara Islami, kita dukung partai politik yang Islami,” jelas Kiai Didin yang pernah menjabat Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Para pendiri Dewan Dakwah tercatat adalah politisi-politisi ulung yang peduli dengan kepentingan dakwah.

Allahyarham Pak Natsir, Pak M Roem, Pak Hussein Umar, Pak Haryono itu politisi-politisi yang luar biasa, yang ulung. Tetapi kita bisa melihat sejarah kehidupan mereka, betapa indahnya politik-politik yang mereka lakukan,” ujar dia.

Mereka mempraktikkan politik Islam, politik bermoral, politik kebersamaan. “Dan itu yang kita harapkan. Bukan sekadar politik dalam pengertian politik biasa. Mereka mempraktikkan politik berwawasan Islam,” jelas Kiai Didin.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menceritakan, Mosi Integral tahun 1950 yang dimajukan Mohammad Natsir. Mosi Integral ini menyelamatkan bangsa dan negara, dari negara RIS ke negara kesatuan RI.

“NKRI ini jasa besar politisi-politisi, tokoh-tokoh Dewan Dakwah yang mulai dilupakan oleh sejarah. Begitu besar karya-karya mereka untuk bangsa dan negara. Dewan Dakwah berpikir melahirkan kader-kader ummat, politisi-politisi elegan yang tawadu,” kata dia.

Terkait gagasan melahirkan kembali Masyumi (#MasyumiReborn) yang diinisiasi oleh pengurus dan aktivis Dewan Dakwah disoroti pula oleh Kiai Didin. Ia mendukung jika gagasan itu memiliki tujuan baik.

“Saya berbaik sangka saja, tujuannya baik. Tujuan baik harus mendapat dukungan tetapi bukan berarti kita melibatkan langsung. Maksud saya, Dewan Dakwah biarlah berjalan seperti sekarang sebagai sebuah lembaga dakwah,” kata Kiai Didin.

Ketua Umum Badan Koordinasi Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) itu berpesan agar dalam mendirikan partai politik dilandasi pemikiran matang. Apakah ujungnya kebaikan dan kemaslahatan, itu yang harus dipikirkan.

rep: aat
red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button