MUHASABAH

Habis Benci Produk Asing, Terbitlah Impor Jor-joran

Menjadi negara industri yang kokoh, mandiri, dan berpengaruh adalah sebuah keniscayaan. Semua itu dapat terwujud, jika negeri ini mau mencampakkan sistem ekonomi kapitalisme-neoliberalisme dan memilih sistem ekonomi Islam sebagai solusi solutif. Sebuah sistem yang bersumber dari wahyu Allah SWT. kepada Nabi Agung Muhammad saw., yang tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Paradigma Islam memandang bahwa negara bertanggung jawab dalam mengurus rakyat, tak terkecuali bidang ekonomi sebagai aspek vital. Dalam sektor industri misalnya, negara mengambil peran untuk mengatur semua sektor industri dan menangani langsung jenis industri yang termasuk kepemilikan umum.

Sementara itu, dalam sektor pertanian, negara berperan mengatur urusan pertanian berikut produksinya, sesuai dengan kebutuhan strategis pertanian untuk tingkat produksi semaksimal mungkin. Alhasil, menjadi kewajiban negara menyokong petani untuk memberikan kemudahan untuk mengakses berbagai alat produksi pertanian; menyediakan bibit unggul dan pupuk berkualitas; hingga penyaluran hasil pertanian sampai ke tangan rakyat.

Perdagangan luar negeri pun diatur untuk melindungi ekonomi rakyat. Dalam naungan sistem ekonomi Islam, perdagangan luar negeri berlaku menurut kewarganegaraan pedagang, bukan berdasarkan tempat asal komoditas. Untuk itu berlaku aturan; pertama, pedagang kafir harbi dilarang melakukan kegiatan perdagangan di wilayah negara kaum muslim, kecuali dengan izin khusus dari negara, baik pedagangnya maupun komoditasnya.

Kedua, pedagang yang berasal dari negara yang terikat perjanjian, diperlakukan sebagaimana teks isi perjanjian tersebut. Ketiga, individu, golongan, kelompok dan swasta lainnya tidak diperbolehkan mengekspor bahan-bahan yang diperlukan negara untuk menyokong ketahanan ekonomi baik pertanian dan industri, termasuk bahan-bahan yang akan memperkuat musuh baik secara militer. Keempat, rakyat baik muslim maupun nonmuslim, mereka bebas melakukan perdagangan, baik domestik maupun luar negeri.

Sebagai negara yang meletakkan akidah Islam sebagai fondasi dalam membangun negara, halal dan haram juga menjadi tolok ukur bagi perdagangan luar negeri. Hanya bahan dan komoditas yang halal zat, proses produksi, dan penyembelihannya (untuk ternak) yang boleh diperjual-belikan. Terkecuali bahan dan komoditas tersebut untuk bahan baku industri farmasi, itu pun tidak terlepas dari koridor syarak.

Terkait investasi asing, negara melarang berbagai macam investasi dan pemberian hak istimewa dalam bentuk apapun kepada asing. Hal ini untuk menghindari adanya celah bagi tangan asing untuk mengontrol negeri. Alhasil, negeri mandiri, yang mencintai produk sendiri bukan lagi sekadar lips service dan retorika belaka.

Tampak jelas, hanya dalam naungan sistem Islam kafah, yang diterapkan dalam institusi negara, ketergantungan impor dapat diputus hingga tuntas. Perekonomian negara pun stabil, kokoh, mandiri, dan berpengaruh secara global. Sungguh Maha Benar Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS. Al-Nisa [4]: 41). Wallahu ‘alam bishshawab.

Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button