SUARA PEMBACA

Hanya di +62 Penyakit Mengenal Status Sosial

Wabah Covid-19 di Indonesia terus merajalela. Hingga hari ke-27, terdapat 1.155 kasus dengan 102 orang yang meninggal dan 59 sembuh (cnnindonesia.com, 28/03/2020). Rakyat tetap panik sekaligus apatis. Para tenaga kesehatan banyak yang kelelahan. Berjibaku sendiri dengan alat pelindung seadanya.

Di tengah situasi yang sulit ini, suara sumbang justru keluar dari jubir Covid-19. “Yang kaya harus melindungi yang miskin agar bisa hidup wajar. Yang miskin harus melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya”, ujarnya di sela-sela mengumumkan update data Covid-19 (cnnindonesia.com, 27/03/2020).

Pernyataan bernada sumbang itu sungguh sangat menyakiti hati orang miskin. Inilah hal pertama yang perlu dikritisi. Bahwa orang miskin selalu keluar rumah dan membawa virus kemana-mana. Sama halnya menuduh orang miskin yang menyebarkan penyakit.

Keluar rumah bukan untuk kongkow atau nongkrong unfaedah. Keluar rumah untuk mencari nafkah, memberi makan anak dan istri. Apalagi di saat covid-19 mengancam, pendapatan harian semakin menurun. Tak banyak yang membeli jualan mereka, tak banyak yang menggunakan jasa mereka. Semua memilih di rumah saja.

Lalu dengan mudah menuduh orang miskin menularkan penyakit? Jika ingin orang miskin di rumah saja, pemerintah perlu menjamin kebutuhan pokoknya. Jangan minta rakyat dari golongan kaya yang memberi pada orang miskin. Sama saja penghinaan, karena statusnya sama, yaitu sama-sama rakyat negeri plus enam dua.

Kedua, pernyataan tanpa bukti. Covid-19 diawal kemunculannya justru di sebuah pesta dansa. Kita semua tau, kebiasaan berpesta dansa bukanlah milik orang miskin. Lebih baik menggunakan waktu untuk bekerja daripada berpesta dansa, demikian pikirnya.

Covid-19 dibawa oleh mereka yang baru plesiran ke negara terdampak corona. Dibawa juga oleh WNA yang berwisata ke Indonesia. Apakah plesiran keluar negeri ini pekerjaannya orang miskin?

Ketiga, pemerintah hendak lempar batu sembunyi tangan. Gagap menangani wabah, tak mampu menekan laju penyebaran virus, karena sudah salah sejak awal. Terlalu meremehkan bahaya virus corona dan tak melakukan persiapan apapun jika Covid-19 mewabah di negeri ini.

Petugas medis sudah banyak yang tumbang, puluhan yang meninggal, hampir ratusan yang terpapar virus. Mereka disuruh berada di garda depan memerangi wabah dengan senjata tak memadai. Alat Pelindung Diri dibuat sendiri, dari kantong plastik dan jas hujan.

Baru-baru ini sudah ada APD dan masker yang didatangkan dari China. Gubernur Jawa Tengah sempat kaget, ternyata APD yang diimpor adalah made in Indonesia. Lihat, bukannya menyimpan APD dan masker untuk kebutuhan dalam negeri justru diekspor ke China. Begitu wabah datang, APD dan masker itu diimpor lagi dari China. Entah kemana alur berpikirnya.

Ketika semua negara menutup pintu dari turis asal negara terdampak Covid-19. Penguasa negeri ini justru Wellcome dan merasa beruntung bisa mendongkrak sektor pariwisata. Sementang-mentang saat itu covid belum menyapa Indonesia. Digelontorkan uang 72M untuk para influencer mempromosikan pariwisata.

Dan ketika jumlah positif Covid-19 mencapai ribuan. Ketika jumlah yang meninggal lebih dari yang sembuh. Ketika tenaga kesehatan hampir menyerah. Ketika rakyat dan tenaga kesehatan satu suara untuk lockdown atau karantina wilayah.

Pemerintah justru ingin rakyatnya saling tolong menolong. Yang kaya bantu yang miskin agar si miskin tetap di rumah karena sudah disubsidi yang kaya. Tak mau keluar duit sedikitpun untuk rakyatnya. Karena konsekuensi dari karantina wilayah, negara menjamin kebutuhan pokok bagi seluruh warga.

Jika alasan tak ada dana untuk menjamin kebutuhan rakyat. Lalu mengapa di sudut sana, seorang Menko Kemaritiman dan Investasi bisa berkata: “Persiapan pembangunan ibu kota baru tetap lanjut.” (tempo.co, 25/03/2020). Luar biasa.

Sesak rasanya punya penguasa macam ini. Mungkin inilah zaman yang pernah disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam hadits beliau: “Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim).

Syekh ‘Atha’ bin Khalil Abu Ar-Rasytah menjelaskan bahwa penguasa Ruwaibidhoh adalah penguasa yang tak menyayangi rakyatnya. Penguasa yang tidak memelihara urusan rakyatnya. Bahkan tunduk kepada penjajah asing.

Penguasa Ruwaibidhoh lahir di sistem berideologi kapitalisme. Yang memisahkan agama dengan kehidupan. Sehingga, sesuka hatinya dalam melayani rakyat.

Jadi, mari kembali pada sistem Islam, agar bisa mengamputasi penguasa Ruwaibidhoh. Dan melahirkan pemimpin yang bertakwa dan amanah. Tersebab jabatan baginya adalah taruhan hidup akhirat. Sebagaimana hadits Rasul: “Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari-Muslim). Wallahu a’lam.

Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
(Praktisi Pendidikan)

Artikel Terkait

Back to top button