HALAL

Hati-Hati Jika ke Restoran Jepang, Gunakan Sake dan Mirin Nggak?

Di Indonesia, restoran yang mengadopsi masakan dari luar negeri sedang menjadi tren, salah satunya Jepang. Menunya beragam, mulai dari shabu and grill, sushi, hingga ramen. Cita rasa masakan khas Jepang identik dengan sake dan mirin, yang ternyata termasuk dalam kategori khamr.

Sementara itu, Islam dengan jelas melarang umatnya mengonsumsi segala jenis khamr. Hal ini tercantum dalam tiga ayat sekaligus, yakni Al-Maidah ayat 90, Al-Baqarah ayat 219, dan QS. An-Nisa ayat 43.

Seperti apa penggunaan sake dan mirin? Apa yang membuatnya menjadi haram?

Sake adalah sebuah minuman beralkohol dari Jepang yang berasal dari hasil fermentasi beras. Sering juga disebut dengan istilah anggur beras. Sedangkan mirin memiliki rasa yang lebih manis dengan kadar alkohol yang lebih rendah, sehingga sering disebut dengan sweet sake. Sebagai pengganti mirin, sake biasanya ditambahkan dengan gula untuk memberikan rasa manis.

Pada masakan, fungsi penggunaan sake dan mirin adalah untuk menghilangkan amis pada ikan. Sushi, misalnya, salah satu menu makanan Jepang yang dicelupkan dalam mirin. Meski begitu, sake dan mirin memiliki kadar alkohol yang cukup tinggi sehingga dapat memabukkan peminumnya.

Oleh karena itu, keduanya termasuk khamr dan tidak bisa dilakukan proses verifikasi kehalalan. Sedangkan suatu produk disebut halal apabila terbuat dari bahan-bahan halal dan tidak terkontaminasi bahan-bahan najis, oleh karenanya penggunaan mirin pada produk halal tidak diperbolehkan. Walaupun hanya dalam jumlah yang sedikit atau sangat sedikit untuk bumbu masakan.

“Tidak melihat lagi penggunaannya seberapa. Mau banyak atau sedikit, mabuk atau tidak mabuk, tetap saja tidak halal. Karena khamr itu haram dan najis. Apalagi ada yang bilang, jikacdipanaskan alkohol akan menguap. Tapi tetap saja tidak bisa karena zatnya sudah terkandung dalam masakan tersebut,” jelas Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati.

Dalam hal sertifikasi halal, MUI tidak akan melakukan proses verifikasi pada produk yang menyerupai minuman beralkohol seperti mirin, sake, dan shoju. Produk tersebut tidak akan diproses untuk dibuktikan kehalalannya karena mengimitasi sesuatu yang haram.

Menurut Muti, bumbu masak yang tidak halal tidak bisa digantikan, lebih baik ditinggalkan dan tidak perlu dicari penggantinya.

“Karena sesuatu yang diharamkan, prinsipnya bagi muslim adalah sesuatu yang harus ditinggalkan, bukan yang harus dicari-cari penggantinya,” tambahnya.

Namun, jika tetap memerlukan bahan pengganti bumbu tidak halal, sebaiknya lihat dari fungsinya. Sake, misalnya, untuk menghilangkan bau amis, maka bisa dicari bahan yang dapat menghilangkan bau amis pada ikan seperti lemon.

sumber: halalmui.org

Back to top button