Hidup Berdamai dengan Covid-19, Maksudnya Lepas Tanggung Jawab?
Presiden Jokowi menegaskan, rakyat Indonesia harus bisa berdamai dengan Covid-19. Alasannya, selama belum ditemukan vaksin yang efektif, rakyat Indonesia harus bisa hidup berdampingan dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan (www.cnnindonesia.com, 7 Mei 2020).
Kalau yang dimaksud hidup berdampingan dengan Covid-19 adalah bersabar. Bukankah rakyat Indonesia selama ini sudah bersabar dengan pandemi ini?
Perlu dipahami, rakyat Indonesia itu mayoritasnya muslim. Dalam ajaran Islam, bersabar terhadap musibah yang menimpa adalah kewajiban. Sikap sabar itu lahir dari keimanan kepada Allah SWT. Seorang muslim menyadari bahwa setiap musibah itu adalah ketetapan dari Allah SWT. Maka agar tetap mendapatkan pahala di tengah musibah, termasuk dalam pandemi ini, muslim harus tetap bersabar. Berkeluh kesah, menggerutu dan bahkan menyalahkan Allah justru hanya berakibat dosa.
Jadi jangan kuatir kalau umat Islam tidak bisa bersabar. Dalam kondisi sesulit apapun, muslim tetap berbaik sangka kepada Allah SWT. Bahkan dalam kondisi pandemi, rakyat pun harus diuji dengan kebijakan aneh napi asimilasi. Di tengah ancaman kejahatan efek napi asimilasi dan Covid-19, rakyat tetap berusaha keras bertahan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari – harinya. Artinya bagi seorang muslim, sikap bersabar itu sudah dimilikinya sejak ia memeluk aqidah Islam. Jadi tidak perlu diragukan bahwa seorang muslim itu pasti memiliki kesabaran sepanjang hidupnya.
Hanya saja persoalannya, negara sebagai pihak yang berwenang mengatur urusan rakyatnya, bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan aktivitas mengoreksi penguasa dalam rangka menjamin negara melaksanakan tugasnya dengan baik. Bahkan, mengoreksi penguasa adalah kewajiban agama yang luhur.
Dalam pidatonya, presiden juga menegaskan bahwa PSBB itu kebijakan yang tepat. Dengan PSBB, masih memungkinkan rakyat untuk beraktifitas di luar, termasuk bekerja. Walaupun tetap harus menjaga agar sesuai protokol kesehatan.
Kesesuaian dengan protokol kesehatan itu tanggung jawab pemerintah. Ketersediaan masker yang mencukupi dan memastikan setiap individu rakyat mendapatkannya, tercukupinya APD bagi tenaga medis, hingga rapid tes bagi warga adalah tanggung jawab negara. Faktanya, ketersediaan masker standar di apotek sangat langka. Belum lagi, rakyat harus berusaha sendiri. Rakyat harus merogoh kantongnya untuk mendapat sebuah masker.
Mengapa masih bersikukuh dengan PSBB? padahal PSBB tidak efektif dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Mengapa pemerintah tidak mau belajar dari Vietnam misalnya? Vietnam termasuk negara di Asia Tenggara yang berhasil melawan Covid-19. Di akhir Januari 2020, terdapat 2 kasus positif Covid-19, segera Vietnam menutup penerbangan dari dan ke China pada 1 Februari 2020.