Hidup Berdamai dengan Covid-19, Maksudnya Lepas Tanggung Jawab?
Pada 1 April 2020, Vietnam resmi menutup penerbangan internasional. Bahkan di sebuah desa yang berpenduduk 10 ribu orang dengan 2 kasus positif Covid-19, Vietnam melakukan karantina wilayah. Untuk 200 kasus positif Covid-19, Vietnam sudah melakukan tes uji Covid-19 mencapai 180 ribu penduduk. Santunan untuk dampak karantina wilayah, Vietnam menyiapkan 2,5 trilyun dollar.
Bukan membandingkan antara Vietnam dengan Indonesia. Tapi setidaknya, Indonesia bisa mengambil hal yang positif dari Vietnam. Pastinya bisa lebih baik dari Vietnam. Di samping potensi SDA yang banyak, Indonesia adalah negeri muslim terbesar. Vietnam yang hanya berasas manfaat saja, mampu melawan Covid-19 dengan nol kematian per 25 April 2020. Walaupun Vietnam sendiri sekarang menghadapi ancaman resesi ekonomi.
Tentunya negeri muslim melawan Covid-19 atas dorongan akidah akan memperoleh hasil yang lebih baik bahkan bisa menghadapi ancaman resesi ekpnomi dengan baik. Islam telah memberikan panduan rinci dalam menghadapi wabah. Akan tetapi, sayang sekali pemerintah tidak mengadopsi panduan Islam tersebut.
Sebenarnya bisa dikatakan, pemerintah gagap menghadapi Covid-19. Tidak ada strategi yang signifikan selain hanya berisi himbauan. Dari stay at home, work from home, PSBB hingga larangan mudik.
Tiba – tiba sekarang muncul himbauan baru untuk berdamai dengan Covid-19 hingga ditemukannya vaksin Covid-19. Pertanyaannya, mengapa harus menunggu saja? Apakah himbauan berdamai dengan Covid-19 merupakan lepas tanggung jawab pemerintah dalam menangani Covid-19?
Lantas, rakyat diminta bertahan sendiri di tengah badai pandemi hingga batas waktu yang belum diketahui. Akibatnya yang fatal, bagi yang kuat bisa bertahan. Sebaliknya bagi yang lemah, tentunya akan berguguran. Bukankah ini seperti mekanisme herd immunity yang baru – baru ini pernah menggema? Kalau herd immunity ini efektif, tentunya Inggris tidak akan segera meralat ucapannya tentang herd immunity yang akan diadopsinya.
Dengan kekayaan alam yang melimpah, mestinya Indonesia mempunyai dana yang memadai untuk melakukan penanganan terhadap Covid-19. Tentu saja prasyaratnya kekayaan alam itu betul-betul dikelola mandiri oleh negara. Dengan dana yang memadai, para ilmuwan akan bisa digerakkan untuk melakukan riset intensif guna secepatnya menemukan vaksin Covid-19.
Setelah selesai dengan persoalan Covid-19, persoalan nasional yang baru adalah menstabilkan perekonomian negara. Sekiranya tata kelola SDA yang sudah ada di dalam ajaran yang dipeluk mayoritas rakyat negeri ini, diadopsi, niscaya akan cepat terjadi pemulihan ekonomi.
Hanya kalau yang dilakukan terkesan menunggu saja, memang dunia saat ini akan segera menemui takdirnya. Setelah ideologi sekuler baik Kapitalisme maupun Komunisme tak berdaya melawan Covid-19, akan muncul babak baru dunia yang berasaskan Islam.
Ainul Mizan
(Pemerhati Sosial Politik)