Hidup Lebih Dalam, Bukan Lebih Cepat

وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Secara keseluruhan, Islam mengajarkan prinsip wasathiyah (keseimbangan). Antara dunia dan akhirat, antara kerja keras dan ketenangan batin, antara kecepatan dalam amal baik dan kedalaman dalam perenungan. Hidup lebih dalam berarti memberi ruang untuk tafakur, memperbanyak dzikir, memperdalam rasa syukur dan meresapi keindahan ciptaan Allah SWT. Dengan demikian, hidup kita bukan hanya sibuk, akan tetapi juga bermakna.
Di tengah dunia yang terus memacu kita untuk hidup lebih cepat, justru kita perlu keberanian untuk melambat. Islam mengajak kita untuk kembali kepada fitrah. Hidup dengan kesadaran, tidak berlebihan dalam urusan dunia dan senantiasa menjaga keseimbangan antara kerja, ibadah dan istirahat.
Perlu kita ingat bahwa yang paling Allah nilai bukanlah kecepatan kita dalam mengejar dunia, melainkan kedalaman amal, keikhlasan niat dan ketulusan hati dalam setiap langkah. Mari kita renungkan kembali apa yang harus kita pilih agar menjadikan hidup kita menjadi bermakna dan bermanfaat bukan hanya sekedar cepat semata. []
Muhammad Kafi Mashudi, Mahasiswa.