BEAUTY

Hijab Everyday

Baru-baru ini media sosial ramai memperbincangkan tentang sebuah kampanye yang kontroversial, “No Hijab Day”. Kampanye “No Hijab Day” ini dipelopori oleh Yasmine Mohammad, seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dari negeri Kanada.

Kampanye ini dilakukan pada 1 Februari yang bertepatan dengan momen “World Hijab Day” yang juga jatuh pada hari yang sama. Jika “World Hijab Day” mengajak siapa saja untuk bersolidaritas dengan memakai hijab pada satu hari itu, maka sebaliknya, “No Hijab Day” justru malah menganjurkan muslimah untuk melepas hijabnya. Kemudian mempostingnya di media sosial dengan iming-iming hadiah dan sebagai wujud apresiasi dan solidaritas atas keberanian muslimah untuk lepas dari kungkungan agama.

Kampanye “No Hijab Day” ini menurut Hijrah Indonesia adalah karena memahami keresahan Yasmine dalam hal hijabisasi dan niqabisasi di seluruh dunia muslim. Menurut mereka hijabisasi dan niqabisasi baru marak beberapa dekade terakhir. Masih menurut mereka juga, tidak semua ulama, tarekat, dan sarjana Keislaman mendakwahkan dan setuju dengan hijabisasi maupun niqabisasi. Adanya pandangan yang berbeda-beda mengenai batasan aurat menjadi dalih mereka untuk meninggalkan syariat ini.

Gerakan semacam ini jelas menyesatkan umat, khususnya para muslimah. Melalui gerakan “No Hijab Day”, sesungguhnya mereka ingin mengaburkan ajaran Islam tentang kewajiban menutup Aurat. Yang mana tidak ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) tentang kewajiban menutup aurat bagi muslimah. Artinya, hal ini telah disepakati di kalangan para ulama muktabar, sehingga tidak sepatutnya dipersoalkan kembali.

Hijab adalah salah satu syariat yang diwajibkan kepada para wanita. Karena sesungguhnya, seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali telapak tangan dan wajah.

“Wahai Asma! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan)”. [HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218].

Sementara Allah telah menyerukan dalam Q. S Al-Ahzab 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Maknanya, hendaklah mereka mengulurkan jilba-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Ayat ini memberi penjelasan tentang bagaimana tatacara muslimah menutup auratnya. Yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Dan jilbab adalah al-milhafah (mantel) dan semua pakaian yang menutupi seperti kisâ` (jubah) dan lainnya, atau jilbab itu pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Al-Fayruz al-Abadi mengatakan di Qâmûs al-Muhîth: “jilbab adalah seperti sirdâb (terowongan) dan seperti sinmâr (lorong): al-qamîsh (baju gamis) dan pakaian yang luas untuk wanita di bawah mantel atau apa yang dengannya menutupi pakaiannya seperti mantel (al-milhafah)”. Al-Jawhari mengatakan di ash-Shihâh: “al-jilbâb adalah al-milhafah (mantel) dan dikatakan al-mulâah (baju kurung)”.

Jilbab harus diturunkan (diulurkan) sampai ke bawah secara jelas sehingga dapat diketahui darinya bahwa pakaian tersebut adalah pakaian kehidupan umum yang wajib dikenakan oleh wanita di kehidupan umum.

Dari ini, menjadi jelaslah bahwa wajib bagi wanita itu memiliki pakaian longgar yang dia kenakan di atas pakaian (keseharian)nya untuk ia keluar rumah. Jika ia tidak memiliki pakaian, sementara ia ingin keluar, maka saudarinya atau muslimah siapapun hendaklah meminjami wanita itu pakaiannya yang dia kenakan di atas pakaian rumahnya. Jika tidak ada yang meminjaminya, ia tidak boleh keluar rumah sampai ia dapatkan pakaian yang dia kenakan di atas pakaiannya. Jika ia keluar rumah dengan pakaiannya tanpa mengenakan pakaian longgar yang terulur hingga ke bawah pakaiannya, maka ia berdosa, meskipun ia telah menutupi seluruh auratnya. Sebab, pakaian longgar yang terulur sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki adalah fardhu. Ini menunjukkan betapa pentingnya kewajiban menutup aurat bagi muslimah.

Maka, pakaian yang dipakai muslimah ketika keluar rumah harus berupa khimâr (kerudung) yang menutupi rambut kepala dan diulurkan di atas leher dan menutupi belahan baju (gamis), kemudian jilbab yang diulurkan ke kedua kaki. Jadi, jilbab itu satu potongan: “pakaian longgar di atas pakaian wanita, yang diulurkan untuk menutupi kedua kaki sehingga kedua kakinya tidak tersingkap (tidak terlihat)”. Sungguh ini sangat jelas untuk setiap orang yang memiliki dua mata. Dan setiap orang yang memiliki penglihatan dan pemikiran hendaknya memahami yang demikian itu.

Sementara itu, boleh bagi wanita itu tidak berjilbab asalkan dalam kehidupan khususnya, yaitu di dalam rumah, bersama para muslimah atau bersama suaminya, atau bersama para mahramnya. Namun, ketika dalam rumahnya ada laki-laki asing atau yang bukan mahramnya, ia tetap wajib berhijab sesuai syariat.

Bagi seorang muslimah, berhijab tidak perlu menunggu waktu. Bukan hanya di setiap sholat saja diwajibkan untuk mengenakannya. Atau ia pakai jikalau ia mau saja. Yang bisa ia lepas kapanpun dengan alasan apapun sesukanya. Yang ia pakai menurut pertimbangan hawa nafsunya sendiri. Atau menunggu akhlaknya baik dulu baru berhijab. Bukan seperti itu. Tetapi berhijab adalah setiap saat, dari semenjak ia baligh sampai ia meninggal nanti. Berhijab adalah di setiap waktu sesuai bagaimana syariat Islam mengaturnya. Menurut perkataan Allah, bukan yang lainnya.

Dengan berhijab lantas kemudian menjadi terlihat cantik, nampak anggun mulia dan lebih terjaga sesungguhnya adalah hikmah yang didapat bagi yang menjalankannya. Ibarat bonus yang diperoleh karena telah mengerjakan tugasnya. Namun ini bukan menjadi alasan untuk berhijab. Berhijab bukanlah untuk terlihat cantik, lebih mulia, agar lebih terjaga atau alasan apapun lainnya. Melainkan, berhijab itu adalah semata karena perintah Allah. Karenanya, hijab bukanlah sekedar pakaian, tetapi menjadi jati diri muslimah sepanjang hayatnya. Demikianlah, Islam mengatur tentang pakaian bagi para muslimah.

Yakinlah ketika perintah kau tunaikan pasti kemuliaan akan kau dapatkan. Berhijablah karena Allah, maka niscaya engkau akan dimudahkan dalam kebaikan.

Jika ada yang menolak Hijab dengan kampanye “No Hijab Day”. Maka sesungguhnya memang berhijab tidak perlu hari khusus. Tidak perlu menjadi berakhlak baik dulu atau menunggu tua dulu baru kemudian berhijab. Tidak perlu menunggu waktu sholat saja untuk menutup aurat. Apalagi sampai menunggu disholati. Ketika nyawa sudah meninggalkan jasadnya. Dimana pada hari itu setiap yang menghadapNya juga akan dipakaikan padanya.

Karena sesungguhnya, berhijab itu tidak menunggu momen atau hari khusus. Berhijab itu adalah setiap hari. Jelaslah bahwa gerakan “No Hijab Day” adalah menyesatkan dan melecehkan syariat Allah. Tidak boleh dibiarkan apalagi diikuti. Harus diluruskan. Karena yang benar adalah “Hijab Is Everyday.”

Najmah Millah
(Pengasuh MT Asma’ul Husna Malang)

Artikel Terkait

Back to top button