Hitam Putih Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi adalah salah satu tokoh politik daerah yang kini berhasil menembus panggung nasional. Gaya komunikasinya khas blak-blakan dan menyentuh hati banyak masyarakat.
Gubernur Jawa Barat itu kini banyak jadi perbincangan publik. Banyak pendukungnya banyak pula pengecamnya. Ia pernah dua periode menjadi Bupati Purwakarta.
Lelaki kelahiran Subang, 11 April 1971 ini banyak dikritik karena seringnya tampil di media sosial. Aksi-aksi kemanusiaannya ditampilkan dan disebarluaskan di Youtube, Instagram, dan lain-lain.
Dedi lahir di lingkungan petani di Subang. Ia tumbuh dalam suasana kerja keras: membantu orang tua di sawah, mencangkul, menanam padi, dan menggembala ternak. Kedekatan sehari-hari dengan lahan pertanian dan ritme kampung, membuatnya pengalaman hidup berbagi dan gotong royong serta membentuk gaya komunikasinya yang egaliter.
Kepemimpinan Dedi di Purwakarta dikenal kontroversial. Ia terlalu cinta adat Sunda sehingga kadang-kadang menempatkan budaya Sunda di atas agama. Ketika ia menjadi Bupati Purwakarta, wilayah itu dihiasi patung tokoh pewayangan (Pandawa, Bima, Gatotkaca), ikon legenda lokal, hingga kain poleng hitam-putih membalut batang pohon -simbol yang ia anggap memadukan identitas lokal dan lintas tradisi Nusantara.
Dedi pernah menyatakan bahwa patung adalah elemen estetika dan revitalisasi kreativitas seni lokal serta bukan objek pemujaan. Langkah ini untuk membranding Purwakarta sebagai kabupaten berkarakter budaya.
Yang menarik Dedi merumuskan berbagai Peraturan Bupati yang bernuansa pembinaan sosial: seperti jam malam bagi remaja/pacaran, larangan bertamu lewat jam tertentu, pembatasan rokok bagi pelajar (hingga ancaman penutupan toko yang menjual kepada anak), penguatan etika ruang publik, dan dukungan pada praktik kemandirian desa.
Setelah kalah dalam pertarungan pemilihan gubernur dan wakil gubernur (2018), ia melaju ke Senayan menjadi anggota DPR RI 2019-2024. Di Senayan, ia dikenal aktif blusukan, konten bantu warga, renovasi rumah tidak layak huni, atau advokasi spontan direkam dan diunggah di kanal Kang Dedi Mulyadi di YouTube, yang berkembang besar dan sebagian pendapatannya ia klaim digunakan kembali untuk membantu masyarakat.
Tahun 2023 Dedi keluar dari Partai Golkar dan bergabung dengan Gerindra, dengan alasan kedekatan personal, pengalaman ditolong, dan keselarasan perjuangan. Dalam Pilgub Jabar 2024, mantan Ketua HMI Purwakarta ini diusung koalisi luas lintas partai, hingga akhirnya ia memenangkan pertarungan.
Dedi menikah dengan Anne Ratna Mustika (mantan Mojang Purwakarta) yang kemudian menggantikannya sebagai Bupati Purwakarta (2018–2023). Rumah tangga pasangan politisi ini menjadi sorotan luas ketika Anne menggugat cerai pada 2022. Proses hukum berlanjut hingga putusan berkekuatan tetap; Mahkamah Agung menolak kasasi, dan perceraian mereka dinyatakan sah secara hukum pada 2023. Media menyoroti sejumlah alasan yang dikemukakan Anne: nafkah, komunikasi rumah tangga, dan aspek psikologis. Pasangan ini memiliki tiga anak.
Kepemimpinan Dedi banyak disorot masyarakat. Ia mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan Utama Sosok Dedi Mulyadi:
- Kedekatan dengan Rakyat Kecil. Ia sengaja mengurangi jarak protokoler; sering hadir di sawah, pasar, gang sempit, dan rumah-rumah warga. Gaya komunikasi bahasa Sunda egaliter (sia, aing, maneh) dipandang sebagian warga sebagai keotentikan.
- Branding Budaya sebagai Instrumen Pembangunan. Di saat banyak daerah mengejar pembangunan fisik generik, Dedi memilih identitas lokal sebagai pembeda: patung, salam Sunda, pakaian adat, program budaya di sekolah.
- Inovasi Kebijakan Pendidikan–Karakter. Sekolah lima hari, jam masuk pagi, penghapusan PR, dan integrasi budaya ke kurikulum lokal adalah eksperimen sosial yang memicu diskusi nasional tentang keseimbangan akademik dan karakter.
- Utilisasi Media Sosial untuk Aksi Sosial. Kanal digitalnya bukan sekadar pencitraan; ia mengklaim pendapatan konten digunakan membantu warga (renovasi rumah, bantuan kesehatan, dll), memodelkan crowd-driven leadership.
- Jejaring Politik Fleksibel. Mampu berpindah dari Golkar ke Gerindra tanpa kehilangan basis publik; mendapat dukungan lintas partai saat Pilgub 2024.