HM Rasjidi, Menteri Agama RI Pertama
Banyak buku telah ditulisnya, baik karya sendiri maupun terjemahan. Karya-karya asli Rasjidi antara lain: Islam Menentang Komunisme, Islam dan Indonesia di Zaman Modern, Islam dan Kebatinan, Islam dan Sosialisme, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam, Agama dan Etik, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional, Hendak Dibawa Kemana Umat Ini? Sedangkan karya terjemahnya antara lain: Filsafat Agama, Bibel Qurán dan Sains Modern, Humanisme dalam Islam, Janji-janji Islam dan Persoalan-persoalan Filsafat.
Dalam khazanah pemikiran Islam di Indonesia, nama Rasjidi seperti sengaja ditenggelamkan. Saat mengajar di McGill, Rasjidi-lah yang membawa Harun Nasution untuk melanjutkan studi di McGill. Bahkan, selama satu tahun, ia memberikan tumpangan rumah kepada Harun Nasution. Toh, Rasjidi kemudian tidak kehilangan sikap kritis terhadap sahabat dekatnya itu.
Ketika buku Harun Nasution yang berjudul “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” dijadikan sebagai buku pegangan di Perguruan Tinggi Islam, tahun 1973, Rasjidi segera memberikan kritik tajamnya. Setelah menunggu dua tahun surat pribadinya tidak dijawab oleh Menteri Agama, ia kemudian menerbitkan bukunya yang berjudul: Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.
Baca juga: Prof Dr HM Rasjidi: Harun Nasution Kadang Ucapannya Melewati Batas
Tentang buku Harun Nasution tersebut, Rasjidi menyatakan,”Saya menjelaskan kritik saya fasal demi fasal dan menunjukkan bahwa gambaran Dr Harun tentang Islam itu sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar Kementerian Agama mengambil tindakan terhadap buku tersebut, yang oleh Kementerian Agama dan Direktorat Perguruan Tinggi dijadikan buku wajib di seluruh IAIN di Indonesia.”
Kritik Rasjidi dianggap angin lalu saja. Buku Harun Nasution dijadikan buku pegangan wajib, tanpa menyertakan kritik dari Rasjidi. Bisa dipahami, jika banyak mahasiswa yang kemudian mengenal dan menjadi pengikut setia pemikiran Harun Nasution. Padahal, Rasjidi sudah mengingatkan, cara pandang buku tersebut terhadap Islam adalah sangat berbahaya.
Tahun 1972, ketika ribut-ribut tentang pemikiran Nurcholish Masjid tentang sekularisasi, Rasjidi juga mengangkat pena dan menulis buku berjudul Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekulerisme. Buku itu pun ia luncurkan setelah upaya pendekatan secara pribadi gagal dilakukan. Sebagai guru besar di Universitas Indonesia, Rasjidi tak segan-segan menasehati Nurcholish yang ketika itu masih sarjana S-1. Setelah memberikan kritiknya, Rasjidi menulis,” … jika Saudara sudah pernah membaca uraian semacam ini, dan Saudara tetap dalam alam sekularisasi dan desakralisasi Saudara, maka saya hanya dapat berkata: Saya telah melakukan kewajiban saya, watawasau bil-haqqi watawasau bissabri.”
Walhasil, pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas bahwa kementerian agama adalah hadiah negara untuk NU, adalah terbantahkan. Sebab Menteri Agama RI yang pertama adalah HM Rasjidi, bukan dari NU, tapi dari Masyumi. Beranikah Yaqut untuk minta maaf atas pernyataannya? Wallahu alimun hakim.
Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia, Depok.