OASE

Ihsan dalam Beramal

Diriwayatkan dari Al Fudlail bin Iyadl bahwasanya ia berkata: “Betapa banyak orang yang tawaf di rumah ini (Ka’bah), dan yang lain di tempat yang jauh (tidak bertawaf) ternyata lebih besar pahalanya.”

Dari sini dapat dimengerti wajibnya memelihara ikhlas dan niat yang baik pada seluruh amal. Sah dan diterimanya amal di sisi Allah adalah dengan niat. Oleh karena itu, bukanlah hal yang aneh apabila para ulama menganggap hadits:“Bahwasanya amal-amal itu dengan niat. Dan setiap orang dinilai dari niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim) menjadi salah satu di antara tiga hadits yang menjadi pedoman Islam.

Para ulama salaf terdahulu suka meletakkan hadits tersebut sebagai mukadimah pada setiap karya mereka yang menjelaskan persoalan Islam karena kebutuhan terhadap hadits tersebut bersifat umum dan untuk berbagai jenis. Dalam pandangan mereka ikhlas itu adalah kesamaan perbuatan seorang hamba luar dalam.

Al Imam Al Harits Al Muhasibiy berkata: “Ash Shaadiq (orang jujur) adalah orang yang tidak mempedulikan apapun risikonya walaupun keluar seluruh apa yang ada di dalam hati orang lain untuk memperbaiki hatinya, dan dia tidak menyukai orang-orang memperhatikan amal baiknya, walau sekecil atom. Dia pun tidak benci kalau orang-orang menunjukkan amal buruknya”.

Imam Abi Al Qasimy Al Qusyairiy mengatakan: “Ikhlas adalah menjadikan tujuan taat satu-satunya hanyalah kepada Allah SWT Yang Maha benar. Artinya, yang ia inginkan dalam ketaatannya hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan yang lain, seperti: mengambil hati kepada makhluk, mencari pujian orang-orang, senang dipuji oleh makhluk, atau makna lain selain taqarrub kepada Allah Ta’ala.”

Hasan bin Ar Rabi’ berkata tentang jihadnya Imam Al Jalil Abdullah bin Al Mubarak:

“Seorang penunggang kuda yang menggunakan kain penutup pada mulut dan hidungnya keluar dari kumpulan tentara kaum muslimin lalu membunuh seorang penunggang kuda musuh yang sebelumnya telah mengguncangkan barisan kaum muslimin. Maka bertakbirlah kaum muslimin, kemudian ia masuk kembali ke dalam barisan pasukan kaum muslimin tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Aku mengikutinya lalu meminta agar dia membuka tutup mukanya itu sehingga aku mengenalnya. Aku berkata kepadanya: “Kenapa engkau menyembunyikan dirimu pada kemenangan besar yang telah dimudahkan oleh Allah melalui tanganmu?” Ia berkata: “Dia yang aku berperang karenaNya, maka perbuatanku tak akan tersembunyi dariNya.”

Ibnu Qutaibah dalam kitabnya, Uyunul Akhbar, menuturkan tentang Maslamah bin Abdul Malik dan pasukannya yang mengepung sebuah benteng yang kokoh. Di dinding benteng itu ada sebuah lubang. Orang-orang yang ada dekat hubang tersebut saling menyuruh untuk memasukinya, tetapi tidak ada seorangpun yang memasukinya. Kemudian datang seorang dari pasukannya yang tidak dikenal lagi memasuki lubang itu dan selanjutnya Allah memenangkan pasukan Maslamah atas benteng itu.

Maslamah menyeru: “Di mana orang yang telah memasuki lubang itu?”, tetapi tidak ada yang menjawab seruan itu.

Kemudian berkata: “Sesungguhnya aku memerintahkan agar penjaga mengizinkan orang yang memasuki lubang untuk masuk ke tempat Maslamah kapan saja dia datang.”

Kemudian datanglah seorang laki-laki. Kepada penjaga ia berkata, “Izinkanlah aku menemui Amir (Maslamah bin Abdul Malik).”

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button