Ihsan dalam Beramal
Di antara tanda keiklasan adalah tidak berani gampang berfatwa dan memutuskan hukum. Oleh karena itu, kebanyakan para ulama salaf selalu memelihara dirinya dari memberikan fatwa dan berangan-angan agar tidak ditanyai.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abilaila bahwa berkata: “Aku telah bertemu seratus dua puluh orang sahabat Rasulullah Saw. Salah seorang di antara mereka ditanyai suatu masalah lalu melemparkannya kepada yang lain lalu kepada yang lain lagi sampai soal itu kembali ke orang yang ditanyai pertama kali. Sedangkan orang yang suka ditanya biasanya adalah orang yang tidak ahli menjawab. Ini juga merupakan pendapat Basyar bin Al Harits rahimahullah.
Dahulu, salah seorang di antara ulama besar tidak merasa malu menyatakan saya tidak tahu jika ditanya.
As Sya’bi suatu hari ditanya tentang sesuatu lalu menjawab. “Saya tidak tahu.” Lalu ditanyakan kepadanya apakah anda tidak malu mengatakan tidak tahu padahal anda seorang yang faqih dari penduduk Irak. Dia menjawab: “Tetapi para malaikat tidak merasa malu ketika berkata: “Maha Suci Engkau tidaklah kami punya ilmu kecuali yang telah Kau ajarkan pada kami”. (QS. Al Baqarah : 32)
Di dalam kitab Tabaqat Ass Syafi’iyyah terdapat uraian yang menyebut bahwa Al Qadli Izzudin Al Hakari telah mengisahkan dalam mushafnya tentang sejarah Syekh Izzudin Abdul Aziz bin Abdul Salam bahwasanya Syekh Izzudin suatu kali memfatwakan sesuatu kemudian menyadari adanya kesalahan, lalu ia menyuruh orang untuk keliling di Mesir dan Qahirah (Kairo) untuk menyerukan: “Siapa saja yang diberi fatwa oleh fulan begini-begini, janganlah ia mengamalkannya karena fatwa itu salah”. []
Sumber: Fauzi Sanqarth, “At-Taqarrub Ilallah Thariqut Taufiiq”.