NASIONAL

IKADI Keberatan atas Permendikbudristek tentang PPKS

Jakarta (SI Online) – Ketua Umum Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) KH. Achmad Satori Ismail mengaku keberatan atas lahirnya Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

“Kami sudah mengeluarkan pernyataan. Kami berkeberatan dangan adanya Permendikbud itu. Kami bersama ormas-ormas lainnya di Majelis Ormas Islam (MOI),” ungkap Kiai Satori saat konferensi pers di Kantor PP Ikadi, Jl Bambu Apus Raya, Jakarta Timur, Jumat sore (12/11/2021).

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Organisasi dan Humas PP Ikadi, Khairan M. Arif, menjelaskan alasan penolakan Ikadi terhadap Permendikbud tersebut. Khairan mengatakan, penolakan yang dilakukan ormas-ormas Islam, termasuk Ikadi, setelah menyoroti Pasal 5 Permendikbud mengenai persetujuan seksual (sexual consent).

“Menurut kami (Permendikbud) berbahaya, beraroma seks bebas dan bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan Islam,” kata dia. Selanjutnya, kata Khairan, Permendikbud juga beraroma melegalisasi LGBT.

“Sikap kami, merevisi pasal 5, dibuat diksi yang lebih sesuai Pancasila dan UUD 1945, atau kalau tidak ya kita tolak,” kata dia.

Konferensi pers Ikadi Menuju Munas 2021, Jumat (12/11/2021)

Sebelumnya, Ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) menyatakan penolakan terhadap keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Permendikbudistek RI) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, tanggal 28 September 2021.

“MOI menilai bahwa Permendikbudristek tersebut secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinaan dan dengan demikian akan mengubah dan merusak standar nilai moral mahasiswa di kampus, yang semestinya perzinaan itu kejahatan malah kemudian dibiarkan,” tulis pernyataan MOI yang ditandatangani Ketua MOI KH Nazar Haris, Senin (01/10) lalu.

Menurut MOI, Permendikbud ini telah menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Menurut MOI banyak poin dalam Permendikbud yang bermasalah dan dapat menjadi polemik di tengah masyarakat dalam pelaksanaannya kedepan.

Nazar mengatakan bahwa Permendikbud ini mengadopsi draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang telah ditolak masyarakat luas di DPR periode 2014-2019.

“Poin yang dikritisi dan ditolak MOI antara lain terkait paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual consent) yang memandang bahwa standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual bukan nilai agama, melainkan persetujuan dari para pihak, selama tidak ada pemaksaan, telah berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktifitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah,”ujar Haris.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button