Indeks Demokrasi Indonesia Menurun, Menteri HAM Tuding Sejumlah Beleid Era Jokowi Jadi Penyebabnya

Jakarta (SI Online) – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan, hasil riset The Economist Intelligence Unit (EIU), yang menunjukkan Indonesia meraih skor 6,44 pada Indeks Demokrasi tahun 2024 bukanlah hasil dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Pigai, menurunnya indeks demokrasi Indonesia disebabkan karena adanya peraturan pemerintah yang mengekang kebebasan yang dibentuk oleh pemerintahan Presiden Jokowi.
“Sedemokratis apapun penduduknya ketika peraturannya terkunci, ya tetap demokrasi akan turun di periode sebelumnya,” ujar Natalius Pigai, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025, dikutip dari Tempo.co.
Bekas Komisioner Komnas HAM ini pun menyoroti sejumlah aturan di era Presiden Jokowi yang dinilai mengganggu kebebasan demokrasi di Indonesia.
Aturan itu adalah Surat Edaran Kapolri No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau SE Hate Speech; Undang-Undang MD3; Revisi Undang-Undang KPK; dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pigai mengaku akan mengambil langkah terhadap peraturan tersebut. Lalu ia juga akan memberikan rekomendasi untuk melakukan revisi terhadap aturan Kapolri soal penanganan ujaran kebencian. Tak hanya itu, Piga juga membuka peluang untuk meninjau kembali Undang-Undang MD3.
Perolehan skor 6,44 dalam riset EIU membuat Indonesia masuk dalam kategori negara dengan demokrasi yang cacat atau flawed democracy. Indonesia turun tiga peringkat dari posisi 56 di tahun sebelumnya, menjadi peringkat 59 di tahun ini dari total 167 negara yang diteliti.
Dalam dokumen hasil penelitian mereka, EIU menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi komponen penilaian mereka terhadap jalannya demokrasi di negara-negara dunia. Beberapa komponen tersebut seperti proses pemilihan dan pluralisme, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil.
“Pada tahun 2024, dua kategori yang mencatatkan penurunan terbesar adalah fungsi pemerintahan dan proses pemilihan serta pluralisme,” tulis EIU.[]