Indonesia, Harapan Muslim Uighur?
Berdasarkan fakta di atas Indonesia bisa menjadi harapan untuk menyelamatkan muslim Uighur walaupun masih sekadar menjembatani atau berkomunikasi dengan China untuk membuka akses informasi terkait persoalan muslim Uighur di Xinjiang.
Namun sejatinya tidak akan mampu diantaranya karena besarnya ketergantungan Indonesia terhadap China dari fakta di atas, terlebih lagi karena memang dalam sistem sekulerisme ini umat Islam akan selalu terdiskriminasi, nyatanya persoalan muslim Uighur yang nyata-nyata mengalami penyiksaan bahkan pembunuhan pemerintah Indonesia masih saja menduga mereka sebagai teroris dan mengurungkan niatnya untuk merespon masalah mereka.
Maka, tidak ada harapan lain kecuali kembali kepada pemerintahan Islam yang akan menyelamatkan muslim Uighur hingga tuntas tidak hanya sebatas membuka akses informasi karena begitu besarnya penderitaan umat Islam ini. Sesungguhnya umat Islam di berbagai wilayah mengetahui bahwa keselamatan mereka hanya ada pada Islam, juga pada kekuasaan Islam dalam hal ini Negara Islam.
Sebab Negara Islam adalah perisai/pelindung sejati umat Islam. Ini berdasarkan sabda Nabi Saw.: “Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslim akan berperang dan berlindung di belakang dia.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Makna (Imam/Khalifah itu laksana perisai)” dijelaskan oleh Imam an-Nawawi, “Maksudnya, ibarat tameng, karena Imam/Khalifah mencegah musuh untuk menyerang kaum Muslim; mencegah anggota masyarakat satu sama lain dari serangan; melindungi keutuhan Islam…”.
Imam/Khalifah yang disebut sebagai junnah (perisai) karena dialah satu-satunya yang bertanggung jawab. Ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi Saw.: “Imam/Khalifah itu pengurus rakyat dan hanya dia yang bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam khususnya dan rakyat umumnya meniscayakan Imam/Khalifah harus kuat, berani dan terdepan. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya, yakni negara Islam.
Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi pemimpin dan negaranya sama, yaitu akidah Islam. Inilah yang ada pada diri kepala Negara Islam pada masa lalu, baik Nabi Saw maupun para khalifah setelah beliau. Ini antara lain tampak pada surat Khalid bin al-Walid: