SAKINAH

Ingat Baru Lamaran, Belum Halal!

Belum lama ini berbagai media meliput pemberitaan mengenai lamaran yang dilakukan oleh beberapa publik figur. Para netizen yang menyaksikan ikut terbawa suasana dengan melihat beberapa pasangan melakukan prosesi lamaran dengan nuansa yang romantis nan mewah.

Tidak heran jika banyak netizen yang baper. Bagaimana tidak? Fenomena lamaran yang terjadi di kalangan masyarakat khususnya publik figur justru memberikan kesan seperti prosesi nikah, dengan nuansa mewah, mengenakan pakaian dan dirias seperti pengantin, mengenakan cincin, menari, dan perkara lainnya yang ditunjukkan di depan calon mempelai laki-laki.

Banyak masyarakat yang salah menafsirkan makna lamaran itu sendiri. Kebanyakan dari mereka menganggap lamaran seperti sudah menjadi bagian dari pernikahan yang dapat dipertontonkan depan khalayak dengan kemewahan seperti acara pernikahan. Padahal, lamaran sendiri berbeda dengan pernikahan. Di dalam lamaran belum ada sebuah ikatan yang disandarkan pada sebuah akad ijab qabul.

Dasar disyariatkannya melamar adalah firman Allah, “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) di dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf, dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum masa iddahnya habis, dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (TQS. Al-Baqarah: 235)

Khitbah atau lamaran merupakan permintaan dari pihak laki-laki untuk menikahi pihak perempuan dengan dapat disampaikan oleh pihak laki-laki secara langsung maupun melalui perantara yang dipercayainya. Dalam proses khitbah atau lamaran ini belum terjadi proses pernikahan, karena pernikahan itu tidak akan sempurna kecuali dengan akad yang syar’i. Pernikahan tidaklah menjadi sebuah pernikahan kecuali dengan akad syar’i yang sesuai berdasarkan hukum-hukum syariat, hingga memperbolehkan satu sama lain untuk saling mendapatkan kenikmatan (kelezatan).

Maka sudah seharusnya dalam lamaran tidak diperbolehkan seorang perempuan untuk menampakkan auratnya di depan lelaki asing yang ingin memperistrinya, sampai berlangsung sempurna akad nikah di antara keduanya.

Allah SWT berfirman, “… dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka.” (TQS An-Nur [24]: 31).

Dalam Islam, Allah telah mensyariatkan melamar dengan mengikuti tuntunan yang telah diperintahkan. Seperti halnya apa saja yang diperbolehkan untuk dilihat ketika melamar. Dalam hal ini, ada syarat yang harus diperhatikan, yaitu laki-laki pelamar haruslah orang yang jujur dan benar-benar ingin menikah. Jika tidak, haram hukumnya melihat perempuan tanpa tujuan menikah. Anggota badan yang boleh dilihat ketika melamar adalah wajah, kedua telapak tangan, dan kedua kaki.

Seperti yang diriwayatkan oleh Jabir melalui jalur periwayatan lain dengan tambahan: “Karena dengan melakukan hal itu (melihat) akan membuat rumah tangga kalian lebih langgeng.” (HR. Tirmidzi)

Hal ini pun hanya dilakukan bagi laki-laki yang jujur dan benar-benar ingin menikah. Tidak seperti saat ini, lamaran yang dilakukan seperti acara pernikahan yang justru berhias (tabarruj) berlebihan yang dapat dilihat banyak orang. Bahkan mengenakan cincin yang dipasangkan oleh laki-laki yang belum menjadi suaminya secara syari.

Islam mensyariatkan untuk tidak berlebihan dalam acara khitbah atau lamaran, karena pada hakikatnya merupakan momen tersebut belum adanya ikatan halal antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan pernikahan yang sesuai dengan syariat. Wallahu’alam.

[Novriyani, M.Pd]

Artikel Terkait

Back to top button