Inilah Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an
Ketiga, membatasi (taqyiid) kemutlakan Al-Qur’an. Allah berfirman: “Bagi pencuri lelaki dan wanita, maka potonglah tangan dari kedua orang itu.” (QS. Al Maa-idah [5]: 38).
Ayat tersebut mengandung pengertian mutlak, mencakup seluruh pencurian dan seluruh pencuri. Namun demikian As-Sunnah datang membatasi pencurian tersebut, dengan sabda Rasul Saw: “Potong tangan hanya dilakukan bagi pencurian yang kadarnya telah mencapai ¼ dinar atau lebih.” (Muttafaq ‘alaih);
Baca artikel lain: Penjelasan Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an
Juga jika pencuri tersebut telah mengeluarkan barang yang dicurinya dari tempat penyimpanan, yakni tempat yang biasanya dijadikan tempat penyimpanan harta, dan serta taqyid-taqyid lainnya yang telah dijelaskan dalam Sunnah.
Keempat, menyertakan hukum cabang baru yang yang pokoknya bersumber dari Al-Qur’an. Allah berfirman: “Dan janganlah kalian mengumpulkan (untuk dinikahi) dua orang wanita bersaudara.”
Rasul Saw kemudian menyertakan hukum ini dengan hukum haramnya menggabungkan seorang wanita dengan bibinya (baik saudara dari pihak bapak atau ibu) dengan sabda Beliau Saw: “Janganlah mengumpulkan (menikahi) wanita, antara bibinya dan keponakannya. Sesungguhnya jika kalian melakukannya maka kalian telah memutuskan silaturrahim.”
Demikianlah fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian tidaklah benar klaim kelompok ingkar sunnah yang menyatakan Al-Qur’an saja cukup sebagai sumber hukum dengan menolak As-Sunnah. Bahkan para ulama sepakat kelompok ingkar sunnah adalah kafir. Wallahu a’lam bishshawaab. []