INTERNASIONAL

Inilah Isi Kesepakatan Senilai 200 Juta Dolar antara Trump dan Universitas Columbia

Kesepakatan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini merupakan kemenangan bagi Presiden AS Donald Trump dalam usahanya mengontrol institusi akademik lebih ketat.

Federica Marsi

Universitas Columbia yang berbasis di New York City telah menyetujui pembayaran sebesar 221 juta dolar untuk menyelesaikan klaim dari pemerintahan Presiden Donald Trump yang menuduh universitas tersebut gagal membendung antisemitisme di kampus. Sebagai imbalannya, dana federal senilai miliaran dolar akan dikembalikan ke universitas tersebut.

Kesepakatan ini diumumkan pada hari Rabu, menyusul gelombang protes besar-besaran di kampus-kampus terhadap perang Israel di Gaza selama musim semi dan musim panas 2024 yang menuai kritik karena dianggap menjurus ke arah antisemitisme.

Latar Belakang Kesepakatan

Pada Februari 2025, pemerintah memotong pendanaan riset federal senilai $400 juta ke Universitas Columbia untuk memaksa pihak administrasi merespons dugaan pelecehan terhadap mahasiswa dan staf Yahudi.

Kesepakatan ini menandai kemenangan besar bagi Trump dalam usahanya mengendalikan dunia pendidikan tinggi, termasuk aktivisme kampus, dan bisa menjadi cetak biru untuk kesepakatan serupa dengan universitas-universitas lain.

Apa Isi Kesepakatannya?

Columbia sepakat untuk:

  • Membayar $200 juta kepada pemerintah dalam jangka waktu tiga tahun.
  • Membayar tambahan $21 juta untuk menyelesaikan klaim dari Equal Employment Opportunity Commission (EEOC).

Sebagai gantinya:

  • Sebagian besar dari $400 juta dana federal yang dibekukan akan dikembalikan.
  • Columbia akan kembali memiliki akses ke hibah-hibah senilai miliaran dolar, baik yang sedang berjalan maupun di masa depan.

Columbia juga diwajibkan:

  • Menunjuk seorang administrator dalam 30 hari yang akan bertanggung jawab kepada presiden universitas untuk mengawasi pelaksanaan kesepakatan ini.
  • Menghentikan program-program yang mendorong “upaya ilegal untuk mencapai hasil berbasis ras, kuota, dan target keberagaman”.

Selain itu:

  • Kurikulum Timur Tengah di Columbia harus ditinjau ulang agar “komprehensif dan seimbang”.
  • Columbia harus merekrut staf baru untuk Institute for Israel and Jewish Studies.
  • Bart Schwartz dari perusahaan kepatuhan Guidepost Solutions ditunjuk sebagai pemantau independen yang akan melapor ke pemerintah setiap enam bulan.
  • Columbia wajib menyusun laporan berkala untuk memastikan bahwa program-program mereka “tidak mendorong tujuan DEI (keragaman, kesetaraan, dan inklusi) yang melanggar hukum”.

Mengapa Kesepakatan Ini Disetujui?

Columbia menyatakan bahwa kesepakatan ini meresmikan reformasi yang sebelumnya sudah diumumkan untuk mengatasi pelecehan terhadap mahasiswa dan staf Yahudi. Reformasi tersebut termasuk:

  • Merekrut personel keamanan tambahan.
  • Mengubah prosedur disipliner.
  • Upaya menciptakan “lingkungan belajar yang inklusif dan penuh rasa hormat”.

Perselisihan antara Columbia dan pemerintahan Trump dimulai setelah sejumlah mahasiswa dan staf Yahudi mengeluhkan pelecehan oleh pengunjuk rasa pro-Palestina. Di sisi lain, para pendukung Palestina menuduh para pengkritik seringkali secara keliru menyamakan penentangan terhadap Israel dengan kebencian terhadap Yahudi.
Presiden sementara Columbia, Claire Shipman, menyebut kesepakatan ini sebagai “langkah penting ke depan setelah periode pengawasan federal yang ketat dan ketidakpastian institusional”.

“Kesepakatan ini disusun dengan hati-hati untuk melindungi nilai-nilai kami dan memungkinkan kemitraan riset penting kami dengan pemerintah federal kembali berjalan. Yang paling penting, kesepakatan ini menjaga independensi kami – sesuatu yang penting bagi keunggulan akademik dan eksplorasi ilmiah,” ujar Shipman.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button