Jangan Khawatir Punya Anak, Rezekinya Dijamin Allah

Menariknya, di dalam Tafsir Al-Mishbah (Quraish Shihab 2001: 456) menggarisbawahi dimensi psikologis ayat ini menggunakan kata “khasyyah”, yakni takut. Artinya kemiskinan yang dikhawatirkan itu adalah kemiskinan yang boleh jadi akan dialami sang anak di masa depan. Maka, untuk menyingkirkan kekhawatiran sang ayah, Allah menegaskan bahwa “Kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka”, yakni anak-anak yang kamu khawatirkan jika dibiarkan hidup akan mengalami kemiskinan dan kesulitan. Setelah jaminan ketersediaan rezeki itu, barulah disusulkan jaminan serupa kepada ayah dengan adanya kalimat “dan juga kepada kamu”. Ini menunjukkan bahwa Allah benar-benar memperhatikan kesejahteraan hamba-hamba-Nya, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Kemudian Wahbah Az- Zuhaili menambahkan, ayat ini Allah swt melarang kaum Muslimin membunuh anak-anak mereka, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa suku dari bangsa Arab Jahiliah. Mereka menguburkan anak-anak perempuan karena dianggap tidak mampu mencari rezeki, dan hanya menjadi beban hidup saja.
Berbeda dengan anak laki-laki yang dianggap mempunyai kemampuan untuk mencari harta, berperang, dan menjaga kehormatan keluarga. Anak perempuan dipandang hanya akan memberi malu karena bisa menyebabkan kemiskinan dan menurunkan martabat keluarga karena kawin dengan orang yang tidak sederajat dengan mereka. Apalagi dalam peperangan, anak perempuan tentu akan menjadi tawanan, sehingga tidak mustahil akan mengalami nasib yang hina lantaran menjadi budak.
Oleh karena itu, Allah SWT melarang kaum Muslimin meniru kebiasaan Jahiliah tersebut, dengan memberikan alasan bahwa rezeki itu berada dalam kekuasaan-Nya. Dia yang memberikan rezeki kepada mereka. Apabila Dia kuasa memberikan rezeki kepada anak laki-laki, maka Dia kuasa pula untuk memberikannya kepada anak perempuan. Allah menyatakan bahwa takut pada kemiskinan itu bukanlah alasan untuk membunuh anak-anak perempuan mereka.
Di akhir ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa membunuh anak-anak itu adalah dosa besar, karena hal itu menghalangi tujuan hidup manusia. Tidak membiarkan anak itu hidup berarti memutus keturunan, yang berarti pula menumpas kehidupan manusia itu sendiri dari muka bumi.
Di samping itu, dapat dikatakan bahwa tindakan membunuh anak karena takut kelaparan adalah termasuk berburuk sangka kepada Allah. Bila tindakan itu dilakukan karena takut malu, maka tindakan itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, karena mengarah pada upaya menghancur-kan kesinambungan eksistensi umat manusia di dunia.
Kontekstualisasi Ayat
Dalam ayat ini dapat dipahami bahwa para orang tua dituntut untuk memiliki keyakinan penuh bahwa setiap anak yang dilahirkan ke dunia telah dijamin rezekinya oleh Allah SWT. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kondisi ekonomi atau masa depan duniawi anak-anak seharusnya tidak menjadi alasan untuk menolak atau menghindari kelahiran mereka.
Allah SWT telah menegaskan bahwa rezeki setiap makhluk, termasuk anak-anak, berada dalam kekuasaan-Nya. Oleh karena itu, berprasangka buruk terhadap ketetapan Allah dalam hal ini merupakan bentuk kelemahan iman yang perlu diluruskan.
Dalam hal ini kita perlu belajar kepada nabi Ya’qub yang berwasiat kepada anak-anaknya, “apa yang kalian sembah setelah aku wafat?” beliau tidak bertanya kepada anak mereka, “apa yang kalian makan setelah aku tiada?”
Nabi Ya’qub tidak khawatir terhadap anak-anaknya kekurangan materi. Sebab beliau yakin, rezeki mereka sudah ada yang mengatur da menjamin. Beliau sadar betul, bukan harta yang banyak yang menjamin masa depannya melainkan iman dan akidah yang kokohlah yang akan menyelamatkan anak-anak mereka di dunia dan akhirat.
Maka iman akan menjadikan mereka selalu tegar menghadapi cobaan hidup karena sesungguhnya mentalnya tidak miskin. Sebalikanya, jika mereka kaya, maka kekayaannya akan memberi manfaat kepada orang banyak, sebab mental mereka tidak miskin. Hidupnya tidak digantungkan kepada hartanya. Orientasi hidupnya bukan untuk hidup itu sendiri, akan tetapi untuk mengabdi kepada yang Maha Hidup.
Kesimpulan
Surah Al-Isra ayat 31 mengandung pesan moral dan teologis yang mendalam mengenai larangan membunuh anak karena alasan takut miskin atau kekhawatiran terhadap masa depan sang anak.