MASAIL FIQHIYAH

Jangan Mengemis

“Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (QS. al-Mulk : 15)

Demikianlah prinsip Islam. Bumi ini diciptakan oleh Allah untuk manusia dan dimudahkan buat mereka. Oleh karena itu mereka harus memanfaatkan nikmat ini dan berusaha mencari karunia-Nya di segala penjuru. Caranya adalah dengan bekerja.

Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh bermalas-malasan bekerja mencari rezeki dengan alasan sibuk beribadah atau tawakal kepada Allah. Karena langit tidak akan mencurahkan hujan emas dan perak.

Suatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khathab, memasuki masjid di luar waktu salat lima waktu. Didapatinya ada dua orang sedang berdoa kepada Allah Swt. Umar lalu bertanya, “Apa yang sedang kalian lakukan, sedangkan orang-orang disana kini sedang sibuk bekerja?.” Kedua orang itu menjawab, “Ya Amirul Mukminin sesungguhnya kami adalah orang yang berawakal kepada Allah Swt. Mendengar jawaban tersebut, marahlah Umar. “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian Umar mengusir mereka, seraya memberikan setakar biji-bijian. “Tanamlah dan bertawakallah kepada Allah.”

Seorang Muslim juga tidak boleh hanya menggantungkan dirinya kepada sedekah orang lain, padahal dia mempunyai kemampuan untuk berusaha memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarga serta tanggungannya. Karena itulah Rasulullah bersabda: “Sedekah tidak halal bagi orang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan yang memadai.” (HR Tirmidzi)

Suatu hal yang sangat ditentang oleh Nabi Saw dan diharamkannya atas diri seorang Muslim ialah meminta-minta kepada orang lain dengan mencucurkan keringatnya dan menodai harga diri dan kehormatannya, akibat meminta-minta kepada orang lain bukan karena darurat. Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang meminta-minta padahal dia tidak begitu membutuhkan (tidak terdesak) sama halnya dengan orang yang memungut bara api.” (HR al-Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah)

“Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperbanyak hartanya, maka dengan tindaknya itu berarti dia mencakar mukanya sendiri hingga hari kiamat, dan yang dimakannya itu adalah batu panas dari api neraka. Oleh karena itu barang siapa yang mau, persedikitlah; dan barang siapa yang mau maka perbanyaklah.” (HR. Tirmidzi)

“Meminta-minta senantiasa dilakukan oleh seorang dari kamu, sehingga dia menghadap kepada Allah sehingga diwajahnya sudah tidak ada sepotong dagingpun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan ancaman yang keras inilah Rasulullah saw hendak menjaga kehormatan dan harga diri seorang Muslim dan membiasakannya untuk menjaga “gengsinya”, percaya kepada diri sendiri, dan menjauhkan diri dari meminta-minta kepada orang lain.

Lalu, kapankah seseorang diperkenankan meminta-minta?. Syekh Yusuf Al Qaradhawi dalam kitabnya “Al Halal wal Haram fil Islam” menyebutkan, Rasulullah Saw mengukur keadaan darurat dan berkebutuhan sesuai dengan kadarnya. Barangsiapa yang berada dibawah tekanan kebutuhan yang amat mendesak sehingga terpaksa meminta-minta dan memohon bantuan kepada pemerintah atau perseorangan maka tidak berdosa dia melakukannya. Beliau bersabda:

“Sesungguhnya meminta-minta yang dilakukan oleh seseorang itu berarti mencakar (melukai) wajahnya sendiri. Barangsiapa yang mau, silahkan menetapkan luka itu pada wajahnya; dan barangsiapa hendak meninggalkannya, silahkan meninggalkannya, kecuali seseorang yang meminta sesuatu kepada pihak penguasa atau meminta untuk suatu urusan yang tidak didapat dengan jalan lain.” (HR Abu Daud dan Nasai)

Dari Abu Bisyr, Qabishah bin al-Mukhariq ra, di berkata: “Saya menanggung suatu beban yang berat, kemudian saya datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta. Maka beliau menjawab, “Tunggulah di sini sehingga datang sedekah kepada kami, maka akan kami perintahkan agar sedekah itu diberikan kepadamu.“ Kemudian beliau bersabda,

“Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal dilakukan kecuali oleh salah seorang dari ketiga orang ini, yaitu:

(1) Seseorang yang menanggung suatu beban yang berat; maka halal baginya utuk meminta-minta sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dan setelah itu dia berhenti.

(2) Orang yang ditimpa bahaya yang membinasakan hartanya; maka halal baginya untuk meminta-minta sehingga dia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya; dan

(3) Orang yang ditimpa suatu kemiskinan sehingga ada tiga orang yang berpikiran sehat dari kaumnya, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya….selain itu, maka meminta-minta itu wahai Qabishah, adalah haram. Siapa yang memakan hasilnya berarti makan barang haram.” (HR Muslim, Abu Daud dan Nasai). Wallahu a’lam bisshawab. []

Artikel Terkait

Back to top button