SUARA PEMBACA

Janji Manis di Tengah Wabah, Solusi atau Pencitraan?

Jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat setiap harinya. Tidak hanya membuat publik resah, tapi juga membuat oleng perekonomian warga. Tidak heran muncul berbagai desakan agar pemerintah menopang ekonomi warga di tengah ganasnya wabah. Program jaringan pengaman sosial pun dikeluarkan, menjadi janji manis yang ditunggu masyarakat untuk segera direalisasi.

Sebagaimana diberitakan kumparan.com, 31/3/2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan enam program jaringan pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah guna menghadapi wabah Covid-19. Enam program jaringan pengaman sosial ini disampaikan presiden usai menetapkan kondisi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan pemberlakuan Peraturan Pemerintah soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Istana Bogor pada Selasa, 31/3/2020.

Enam jaringan pengaman sosial ini yaitu (1) Peningkatan jumlah keluarga penerima PKP menjadi 10 juta penerima dan menaikan dana PKP sebesar 25%; (2) Penambahan jumlah penerima kartu sembako menjadi 20 juta penerima dan menaikan nilainya sebesar 30%, yang diberikan selama sembilan bulan; (3) Menaikkan anggaran kartu Pra-Kerja menjadi Rp 20 triliun dan menaikkan jumlah penerima menjadi 5,6 juta orang; (4) Menggratiskan tarif listrik 450 VA untuk 24 juta pelanggan dan diskon 50% tarif listrik 900 VA untuk tujuh juta pelanggan selama bulan April, Mei dan Juni; (5) Mencadangkan anggaran Rp25 triliun untuk operasi pasar dan logistik; (6) Keringan pembayaran kredit bagi para pekerja informal seperti ojek online, sopir taksi, pelaku UMKM, serta nelayan dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp10 miliar. (kumparan.com, 31/3/2020).

Dikutip dari merdeka.com, 1/4/2020, pemerintah juga memberikan (1) Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat khususnya yang bekerja di sektor informal; (2) Program kredit rumah bersubsidi yakni dengan membayarkan selisih bunga dan memberikan subsidi uang muka bagi masyarakat dengan anggaran tota Rp1,5 triliun; (3) menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh 25 dengan kurun waktu yang sama yakni enam bulan.

Berbagai macam program ini tampak begitu manis dan seolah menjadi solusi kesulitan ekonomi warga di tengah wabah. Namun yang terlihat, solusi tersebut tidak terlalu mendongkrak ekonomi rakyat. Apatah lagi untuk mengatasi dampak wabah Covid-19 dari aspek ekonomi. Sebab tidak hanya sebagian kecil rakyat yang menjadi sasaran program, tapi juga adanya mekanisme dan prasyarat berbelit yang memungkinkan banyak rakyat yang tidak memanfaatkannya.

Misal, program keringan pembayaran kredit bagi pekerja informal, belum ada dukungan penuh dari perbankan. Mantan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam tanggapannya mengatakan arahan Presiden Jokowi yang diwujudkan melalui POJK No 11/POJK.03/2020 untuk relaksasi kredit harus dicermati lebih dalam.

Perlu digarisbawahi relaksasi kredit tersebut hanya diperuntukan untuk pelaku usaha yang berdampak langsung terhadap daya beli yang menurun akibat penyebaran virus corona dan bukan untuk seluruh debitur. Selain hanya untuk debitur yang terdampak virus corona, Agus menekankan bahwa relaksasi ini bukan bermakna penundaan cicilan secara keseluruhan. Pasalnya, kewajiban bunga pun perlu tetap dibayar.

Menurut Agus, kebijakan relaksasi berupa penundaan cicilan tersebut akan kembali pada kebijakan masing-masing bank dengan melihat profil risiko debitur, dengan begitu debitur tidak serta merta dapat menangguhkan cicilannya. (suara.com, 30/3/2020).

Fakta juga berbicara, mekanisme pengajuan keringan kredit tak jelas dan berbeda-beda di tiap bank atau perusahaan pembiayaan. Para pengemudi ojek online yang tergabung dalam kelompok Grab Melipir3 (GM3) Jakarta, mengaku mengalami kendala dalam mengakses keringanan kredit yang dijanjikan pemerintah. Mulai dari kesulitan mengajukan surat pengajuan keringan kredit hingga dipersulit saat mendatangi kantor perusahaan leasing yang menerbitkan kredit. (tirto.id, 2/4/2020).

Kesulitan juga dialami masyarakat ketika mengakses program listrik gratis. Hal ini dialami oleh pelanggan listrik prabayar 450 VA yang harus mengirimkan nomor ID Pelanggan melalui WA ke nomor 08122-123-123 milik PLN atau melalui website PLN www.pln.co.id. Namun, website PLN sempat error tidak dapat diakses. Demikian juga nomor WA tak merespons pesan yang dikirim pelanggan PLN. Hal ini banyak dikeluhkan para pelanggan PLN. (kumparan.com, 3/4/2020).

Bantuan Langsung Tunai pun terancam belum pasti penyalurannya. Diberitakan kompas.id, 3/4/2020, pemerintah belum selesai mengumpulkan data penduduk miskin dan terdampak Covid-19 yang akan menerima perluasan bantuan langsung tunai. Akibatnya, belum ada kepastian bagi kelompok masyarakat ini mengenai penerimaan bantuan dalam jaring pengaman sosial itu.

Melihat fakta yang ada, jelas program jaringan pengaman sosial ini hanyalah solusi tambal sulam semata. Bukan solusi hakiki dalam menuntaskan problematika ekonomi warga di tengah wabah. Bahkan lebih bernilai pencitraan dan lips service dibanding memberikan solusi yang brilian.

Solusi tambal sulam demi memoles pencitraan penguasa terbukti tidak mampu dalam menangani wabah dan ekonomi rakyat. Alih-alih memberikan solusi pasti, rezim justru terus menerus membangun pencitraan di atas derita rakyat. Semua tidak lain demi mempertahankan kursi dan tahta kekuasaan, sebab takut dijatuhkan dan digulingkan oleh rakyat. Inilah watak asli penguasa ala kapitalisme-demokrasi. Alhasil, rakyat lagi yang terus menerus dibuat susah.

Kebijakan PHP ala kapitalisme-demokrasi tentu tidak ditemui dalam Islam. Sebagai sistem paripurna, Islam jelas memberikan solusi yang mendatangkan maslahat. Paradigma Islam memandang menjadi kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

Khalifah sebagai kepala negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Khalifah juga harus memastikan seluruh warganya tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan ketika wabah melanda, negara wajib memastikan kebutuhan pokok rakyat tercukupi hingga berakhirnya wabah.

Negara juga menjamin kemudahan rakyat dalam mengakses pelayanan publik seperti listrik dan internet di tengah wabah. Negara memastikan seluruh rakyat memperoleh layanan listrik dan internet dengan murah dan berkualitas bahkan gratis.

Kewajiban negara memenuhi kebutuhan pokok dan kemudahan pelayan publik kepada rakyat, menjadikan rakyat semangat dan optimis dalam menghadapi wabah. Rakyat pun terhindar dari stres yang melemahkan imun dan iman. Sebab memikirkan kesulitan dan tekanan ekonomi ketika melawan wabah.

Menakjubkannya pemenuhan kebutuhan pokok dan pelayanan publik ini tidak hanya diberikan saat ada wabah saja. Namun, memang menjadikan kewajiban utama dan pertama khalifah kepada rakyatnya setiap saat. Semua itu negara berikan kepada warga negara yang berada dalam naungannya. Tanpa memandang agama, bangsa, etnik, suku dan rasnya.

Adapun sumber pembiayaan negara untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan pelayanan publik, diperoleh dari baitul mal (kas negara). Sumber dana baitul mal sendiri diperoleh dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum, jizyah, fai’, kharaj, dll. Bila dana baitul mal tidak mencukupi, maka negara akan membuka pintu sedekah dan memberlakukan pajak bagi orang kaya saja.

Inilah fungsi dari negara dan penguasa yang sesungguhnya. Menjadi pengurus dan penjaga rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Negara dan penguasa yang adil dan amanah hanya akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi negara. Bukan dengan terus menerus mempertahankan sistem rusak kapitalisme-demokrasi yang hanya melahirkan negara dan penguasa yang berorientasi materi semata. Abai dan lalai mengurus rakyat. Getol membangun pencitraan demi menutupi kegagalan. Wallahu’alam bishshawwab.

Jannatu Naflah
Pengajar, Pemerhati Kebijakan Publik

Artikel Terkait

Back to top button