Jauhi Banyak Prasangka
Sebagaimana firman Allah SWT: (Apakah ada di antara kamu yang memakan daging saudaranya yang telah meninggal? Maka tentu saja dia akan merasa jijik terhadapnya), yaitu sama seperti kita membencinya secara naluriah, kita membencinya secara hukum karena hukumannya lebih berat. Ini membantu menciptakan rasa kesadaran dan kewaspadaan. Rasulullah Saw bersabda kepada orang yang menerima kembali pemberiannya: “Ibarat anjing yang muntah lalu memakan muntahannya kembali.”
Berdasarkan risalah dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: “Setiap muslim diharamkan harta benda, kehormatan dan darah muslim lainnya takut kepada Allah), yaitu dengan melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah.”
Kebanyakan ulama mengatakan bahwa cara untuk berhenti bergosip tentang orang lain adalah dengan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan. Namun perlukah kita menyesali perbuatan kita di masa lalu? Hal ini masih menjadi perdebatan. Dan harus meminta maaf kepada orang yang digunjingkan.
Ulama lain mengatakan, tidak perlu meminta maaf kepada orang yang digunjingkan, karena jika dia menceritakan perbuatannya, mungkin lebih menyakitkan daripada jika dia tidak diberitahu. Dan hal terbaik yang harus dilakukan pelaku adalah membersihkan nama orang yang dihinanya, memujinya di tempat yang biasa dikritiknya. Dan dia harus melakukan segala dayanya untuk membela terdakwa sebagai pembalasan atas apa yang telah dilakukan
Dari Tafsir As-Sa’di (Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di): Pada ayat 12 surah Al-Hujurat, Allah melarang banyak prasangka buruk terhadap orang beriman. Sebab “sebagian dari prasangka tersebut sebenarnya adalah dosa”, seperti spekulasi kurang informasi yang jauh dari kenyataan, dan prasangka buruk yang menyertai ucapan dan perilaku terlarang.
Prasangka-prasangka buruk yang melekat dalam pikiran seseorang tidak hanya cukup baik bagi dirinya, namun justru mendorongnya untuk mengatakan hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Termasuk prasangka, kebencian, dan permusuhan terhadap sesama manusia, termasuk mukmin yang tidak seharusnya. Ghibah itu sebagaimana sabda Nabi adalah “engkau menyebutkan saudaramu tentang sesuatu yang dia tidak sukai walaupun hal tersebut benar-benar terjadi” (HR. Muslim No. 2589). Terlebih lagi Allah menyampaikan perumpamaan agar kita tidak memfitnah, dengan mengatakan, “Apakah ada di antara kamu yang mau memakan daging saudaramu yang sudah mati?” Karena kamu tidak mau memakan daging saudaramu sendiri, apalagi yang sudah tidak bernyawa, maka kamu tidak boleh memfitnah dan memakan dagingnya hidup-hidup.
“Takutlah kepada Allah, karena Dia Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. Yang Memberi Izin kepada hamba-Nya untuk Bertaubat, Membantu mereka untuk Bertaubat, dan diterimanya taubat mereka, lagi Maha Penyayang.” Karena mereka terpanggil pada sesuatu yang bermanfaat bagi mereka dan mereka menerima permohonan taubat.
Ayat ini sangat memperingatkan agar tidak melakukan fitnah. Sebab, Allah menyamakan fitnah dengan memakan bangkai, dan jika memakan bangkai termasuk dosa besar, maka fitnah termasuk dosa besar.
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, ayat ini telah dijelaskan bahwa sebagian dugaan adalah dosa. Dugaan yang dimaksud yakni dugaan yang tidak berdasar. Dugaan yang tidak berdasar tersebut biasanya mengakibatkan dosa dan dugaan buruk terhadap sesama.
Dalam surah Al-Hujurat ayat 12 juga tercantum makna tentang pelarangan melakukan dugaan buruk tanpa dasar sebab akan menjerumuskan seseorang ke dalam dosa. Apabila seorang manusia menghindari prasangka buruk, maka hidupnya akan menjadi tenang.
Ayat ini mengukuhkan prinsip bahwa tersangka atau orang yang mendapatkan dugaan buruk atau prasangka buruk dari orang lain belum dinyatakan bersalah sebelum terbukti kebenaran tentang dugaan yang dihadapkan kepadanya.