Jika Ceramah Ustaz Yahya Waloni Berdasar Al-Qur’an, Apa Perlu Ditangkap?
Mungkin ada yang bertanya, apakah boleh materi yang berlandaskan Al-Qur’an atau hadits Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam tersebut disebarkan ke umum, padahal kemudian ada pihak-pihak yang tersinggung?
Ini bicara agama Islam, sedang agama Islam itu disini agama yang sah, bahkan dipeluk oleh penduduk yang jumlah muslimnya terbesar di dunia, serta dilindungi oleh konstitusi di antaranya pasal 29 UUD 1945.
Dalam Islam, Al-Qur’an kitab suci umat Islam itu justru untuk seluruh manusia.
{شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ} [البقرة: 185]
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, …” [QS. Al Baqarah185]
Sedangkan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk seluruh manusia.
{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ} [سبأ: 28]
“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [QS. Saba’: 28]
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, sedang diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk seluruh manusia, maka seseorang, termasuk Ustaz Yahya Waloni dilindungi oleh konstitusi ketika menyampaikan materi berlandaskan Al-Qur’an atupun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umum.
Jadi kembali ke pertanyaan: Jika yang disampaikan Ustaz Yahya Waloni berlandaskan Al-Qur’an, apa perlu ditangkap? Tentunya secara konstitusi dilindungi. Bukan ditangkap.
Semoga dipahami.
Hartono Ahmad Jaiz, Mubaligh, penulis dan mantan wartawan senior.