RESONANSI

Jokowi, Pantaskah Disebut ‘Humanity Robotic’ Oligarki?

Bahkan, di negeri kita investasi itu sangat “dimuliakan” layaknya dihambasahayakan dan itu diberangus secara serakah dan rakus karena perencanaan jahatnya berada di ruangan kabinet “Psnguasa-Pengusaha” yang notabene para pembantu Presiden.

Ironisnya, itu hal sangat mudah untuk mengesampikan prinsip moralitas etis yang dengan sendirinya kemudian membablas, melanggar dan menabrak konstitusional.

Dibuatlah dengan persetujuan gelap dan tersembunyi antara Presiden, DPR dan MK, terbitlah UU Omnibuslaw.

Apa pun itu demi kepentingan dan kelancaran investasi itu menghalalkan segala cara telah menutup rapat dan membutakan kepentingan-kepentingan yang sesungguhnya lebih urgen dan demi kemaslahatan rakyat .

Akumulasi puncak atas masalah penyimpangan investasi yang dijadikan kedok atau topeng politik kotor itu terbongkarlah di kasus Rempang.

Dilalahnya investasi dengan modus pencaplokan itu melalui penggusuran warga Rempang itu dalam perkembangan meluas perlawanannya bertemu di satu titik harus berurusan dengan kekuatan beratus juta suku atau etnis berkebangsaan Melayu secara regional di Asia Tenggara.

Itu jelas menjadi kekuatan deteren yang sangat diperhitungkan dengan resiko besar bisa “menghancurkan” Singapura yang hanya disokong puluhan juta oleh para etnis China.

Setelah sebelumnya muncul “investasi berbau amis” politik kotor itu di proyek KCBJ, IKN, banyak proyek tambang minerba dan kelapa sawit di pelbagai daerah cenderung berlagak pencaplokan bersifat laten tersebut.

Jika ini dibiarkan meluas, boleh jadi negeri ini akan chaos, anarkis dan mengundang disintegrasi bangsa.

Bahkan, yang lebih sangat mengerikan, sebagai bentuk konsistensi kesetiaan militan dan kegilaan dari manusia robotik itu, di hari-hari ini bagaimana dapat ditunjukkan dan disaksikan dengan kasat mata betapa Jokowi berikut para kolonis dan konspiratornya menghalalkan segala cara melalui dramaturgi politik menyongsong transisi demokrasi di Pilpres 2024.

Jokowi yang masih mengemban jabatan Presiden, baik melalui hereditas biologisnya maupun para bonekanya diberi visi tugas dengan label sekali lagi berkedok untuk kepentingan nasional, program ambisius yang nyata-nyata hanya untuk semakin memperluas lagi kepentingan oligarki korporasi, dengan misinya berkelanjutan.

Sudah bisa ditebak dramaturgi politik itu tak lain tak bukan hanya melahirkan politik dinasti Jakowi. Gibran putra sulungnya dipasangkan dengan Prabowo. Kaesang dikader diproyeksikan juga bakal menjadi calon pemimpin nasional melalui PSI. Partai gurem yang sesungguhnya sangat absurd suka menjilat tanpa idiologi yang jelas. Menjilat pantat PSI itu kelak menjelma menjadi PKI sekalipun.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button