MAHASISWA

Jokowi Serius Mau Berantas Korupsi?

Masih terngiang jelas teriakan mahasiswa bersama masyarakat di jalan September lalu. Mereka mendesak DPR untuk menghapus Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bermasalah dan salah satunya adalah RUU KPK. RUU KPK dinilai dapat memperkuat koruptor dalam melakukan aksinya. Walau sudah berhari-hari melakukan aksi nampaknya suara mereka tidak ditanggapi oleh serius.

Meski pada akhirnya DPR menunda banyak RUU yang bermasalah untuk disahkan seperti RUU Minerba, RUU Pertanahan serta RKUHP, tapi ternyata RUU KPK tetap disahkan pada 17 September 2019.

Apalagi UU KPK yang baru sudah lima bulan sudah berlaku. UU yang seharusnya memperkuat KPK malah dipakai buat membebaskan diri dari jeratan. Ada dua kasus yang dipakai terdakwa tipikor agar bisa bebas dari penjara. Pertama, kasus mantan Menpora, Imam Nahrawi. Ia jadi terdakwa karena dua hal, yaitu kasus suap penyaluran dana hibah kepada KONI dan kasus gratifikasi penyalahgunaan jabatan.

Menurut kuasa hukum Imam, mengacu UU KPK yang baru KPK tidak lagi berwenang menjadi penyidik dan penuntut umum sehingga label terdakwa Imam harus dibatalkan dan penyelidikan wajib diulang dari awal.

Pendapat itu dibantah oleh ahli hukum dan tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Arief Setiawan. Menurutnya segala sesuatu yang terjadi sebelum tanggal 17 Oktober adalah sah di mata hukum. Termasuk peran KPK yang masih bisa menjadi penyidik dan penuntut hukum. Argumen ini diterima hakim dan gugatan praperadilannya ditolak sepenuhnya.

Kedua, dari terdakwa kasus korupsi alat kesehatan dan pencucian uang Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Ia mengajukan nota keberatan bahwa dalam UU KPK yang baru, KPK tidak berwenang menjadi penyidik dan penuntut umum. Belum lagi kasus Harun Masiku, dan Nurhadi yang sampai saat ini belum ditemukan.

Perpu yang tak Kunjung Terbit

Perpu yang akhirnya hanya menjadi permainan politik untuk mencari simpati menjadikan korupsi bukan sebagai permasalahan utama. Walau Jokowi bilang akan memberhentikan menteri yang terkena kasus korupsi setelah pembacaan nama menteri, ujung-ujungnya kata tersebut hanya menjadi angin lalu.

Keseriusan Jokowi memberantas korupsi pantas dipertanyakan. Apalagi UU KPK yang baru sudah lima bulan ini berlaku. Lamanya pembentukan dewan pengawas serta hilangnya fungsi KPK sebagai penyidik membuat koruptor lebih leluasa untuk melancarkan aksinya.

Jangankan perpu, Jokowi pernah memberi grasi ke salah satu terpidana korupsi, Annas Maamun. Hal tersebut mempertanyakan kemana keberpihakan Jokowi terhadap pemberantasan korupsi. Perlu diketahui bahwa Annas terbukti menerima suap sebesar 166.100 dolar AS atau sekitar 2 miliar dari Gulat Medali Emas Manurung (Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Riau) dan Edison Madurut (Pemilik PT Citra Hokiana Triutama). Uang itu diberikan supaya Annas mengalihkan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit di kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Rokan Hilir, serta Kabupaten Bengkalis.

Deni Kurniawan
Mahasiswa Mathla’ul Anwar

Artikel Terkait

Back to top button