RESONANSI

Jurang dalam Disparitas Kecerdasan Politik Rakyat

“Memancing di air keruh”, adalah ungkapan peribahasa yang tepat sengaja sedang digelontorkan oleh tim “penggila pemuja” Jokowi sekarang. Apa sasarannya?

Tujuan tim ini ujungnya sih tetap saja proyek, ada uangnya. Pasti yang akan didapat lumayan tebal dimasukkan ke pundi-pundi rekening digital mereka. Karena rezim ini paling penyuka dengan proyek-proyek semacam ini.

Proyeknya, bukan fisik tetapi terkait psikis-sosiologis rakyat: memancing perhatian rakyat secara terstruktur, sistematis dan masif. Mumpung situasi rakyat juga sedang keruh: menhadapi marutnya soal kelangkaan minyak goreng, JHT, BPJS, naik harga gas dan tarif listrik, dsb.

Makanya, proyek itu juga harus satu paket bisa berdampak melakukan manuver sekaligus bisa menetralisirnya. Cara yang sesungguhnya amat basi dan sudah seringkali dilakukan rezim ini yang tampaknya masih sangat efektif senjatanya, adalah bagaimana upaya mencari setiap cara pengalihannya nanti.

Oleh tim proyek itu yang harus ditebarkan dan disemaikan benihnya ke masyarakat yang pertama dan terlebih dahulu, adalah deskripsi besar dan bersifat “general” seolah ilmiah, adalah menjadikan narasi berwacana besar tentang kepuasan rakyat dengan prosentasi 73% atas kinerja Jokowi.

Tak tanggung-tanggung itu adalah hasil lembaga survei Litbang Kompas, sang maestro media cetak dan elektronik mainstream terbesar di negeri kita.

Kemudian, baru bekerjasama dengan tiga partai anggota partai oligarki Golkar, PKB dan PAN tiba-tiba mulai didengungkan penundaan Pemilu 2024 yang sudah pasti dengan pelbagai deskripsi alasannya yang seolah rasional: masalah pandemi yang masih tak menentu dan tak tahu kapan berakhirnya; dampaknya bagi keterpurukan ekonomi; sampai dibawa-bawa soal Perang Rusia-Ukraina segala.

Bersamaan dengan ini ditancapkan pula ke seluruh antero daerah di kota/kabupaten se-Nusantara yang dipandang strategis pemasangan baliho-baliho propaganda wacana perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode.

Padahal, PDIP dan Gerindra sebagai partai pemenang pertama dan kedua, sudah menyuarakan komitmennya untuk menolak perpanjangan tiga periode itu.

Kedua pernyataan yang seolah bertentangan di antara para anggota partai oligarki itu sesungguhnya sudah ketahuan dan kelihatan disparitasnya. Terlebih, sampai Jokowi dengan mudahnya mengemukakan alasan boleh-boleh saja itu dianggap sebagai bagian wacana dari demokrasi.

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button