Jurang dalam Disparitas Kecerdasan Politik Rakyat
Sementara, jika itu diutarakan oleh kelompok oposisi yang berlawanan faktanya berbeda pasti akan sangat cepat bersinggungan dengan proses pelaporan pengaduan pidana hukum yang bisa menjeratnya.
Jelasnya, memang semua itu, antara masalah wacana politik maupun masalah fakta ekonomi yang sengaja dikelindankan ke publik, adalah sekali lagi sesungguhnya peluru dari senjata upaya pengalihan itu sedang ditembakkan sekencang-kencangnya secara beruntun ke sasaran satu sama lainnya.
Persoalannya yang perlu dipertanyakan sekarang, adalah bagaimana bisa rakyat sepenuhnya menanggapi nya? Sehingga tidak menjadi gagal paham dan gagal mengerti? Juga jadi tidak dapat selalu dibohongi?
Bagi sebagian masyarakat khususnya masyarakat kaya di kota, kaum intelektual dan akademisi, kaum agamawan ulama, pendeta, biksu dsb, kalangan masyarakat menengah lainnya yang menikmati pendidikan yang cukup sudah tentu memahami, mengerti dan menyadari masalah tersebut.
Makanya, langsung menanggapi kedua pernyataan wacana politik itu dengan sangat reaktif dan keras bahwa melakukan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode, adalah suatu tindakan pembangkangan dan pelanggaran yang amat berat terhadap konstitusi. Sanksinya pun tak bisa ditolak harus dan wajib berupa pemakzulan kekuasaan rezim.
Demikian pula fakta masalah ekonomi ditanggapi dengan reaksi yang amat reduktif dan negatif sangat jelek bahwa saat ini kepemimpinan pemerintahan Jokowi dalam melakukan pengelolaan negara sudah sangat berantakan dan amburadul.
Sangat tebalnya penyakit koruptif dan manipulatif para pejabatnya yang sungguh hanya-hanya mementingkan kepentingan para elit dan konglomerasi saja
Karena terkekang dan terbelit oleh konspirasinya, maka pemerintah selalu saja salah mengeluarkan keputusan dan kebijakan yang lagi-lagi akibat dan dampaknya berpulang kepada rakyatlah yang kemudian menjadi korban obyek penderitanya.
Hebatnya tim itu akan membuat masalah wacana politik seperti itu tentu masih terus tak henti-hentinya berlanjut, seperti tengah dijalankan oleh tim itu sampai menjelang penyelenggaraan Pemilu 2024 itu tiba , yaitu dengan tengah dilumpuhkan peran KPU dan Bawaslu dengan alasan tak terjangkau dengan alokasi anggaran APBN: akibatnya dibatasi dan di-reject kinerja-kinerjanya yang bersifat terobosan baru, kreatif dan inovatif yang memungkinkan adanya cara meminimalisir kecurangan.
Sehingga, sebisa memungkinkan KPU dan Bawaslu harus tunduk kepada rezim dan boleh jadi nanti dipaksa mengikuti permainan politik rezim yang akan dijalankannya nanti.